Dampak Kenaikan PPN 12 Persen terhadap Kebutuhan Pokok dan UMKM

Cirebonrayajeh.com – Berita yang dipublikasikan oleh Tempo pada 25 November 2024 mengungkapkan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025, berpotensi memberikan dampak besar terhadap kebutuhan pokok dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kebijakan ini mengundang perhatian dari berbagai pihak, mengingat dampaknya pada daya beli masyarakat dan keberlanjutan usaha kecil.

Artikel ini akan membahas secara mendalam dampak kenaikan PPN terhadap harga kebutuhan pokok, pengaruhnya pada UMKM, dan bagaimana kebijakan ini dapat memengaruhi dinamika ekonomi masyarakat.

Kebutuhan Pokok dan Kenaikan PPN: Apa yang Berubah?

Dalam laporan Tempo, dijelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, sejumlah kebutuhan pokok seperti beras, jagung, sagu, kedelai, daging, susu, dan buah-buahan, termasuk dalam daftar barang yang dikecualikan dari pungutan PPN. Dengan demikian, kebutuhan ini tidak akan dikenakan pajak tambahan apabila dijual dalam bentuk curah, seperti dari petani langsung.

Namun, Ketua Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Tutum Rahanta, mengungkapkan bahwa barang kebutuhan pokok yang dijual dalam bentuk kemasan atau yang telah melalui proses pengemasan ulang akan tetap dikenakan PPN. “Bahan pokok curah seperti dari petani mungkin tidak terkena. Namun, jika sudah di-repack atau dikemas, tetap akan terkena PPN,” ujarnya dalam laporan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan harga barang di pasar, terutama yang dijual di supermarket dan retail.

Baca Juga  Optimisme UMKM: Indeks Kepercayaan Industri (IKI) November 2024 Meningkat

Dampak Kenaikan PPN terhadap Daya Beli Masyarakat

Kenaikan PPN yang otomatis menambah harga barang dan jasa, sebagaimana disebutkan dalam berita Tempo, akan langsung dibebankan kepada konsumen. Dampaknya jelas terlihat pada penurunan daya beli masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah, yang sudah tertekan dengan kondisi ekonomi saat ini.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia menunjukkan adanya penurunan konsumsi masyarakat, yang dapat diperburuk oleh kenaikan pajak ini. Tutum Rahanta menekankan bahwa kebijakan menaikkan PPN di tengah lemahnya daya beli tidak tepat. “Situasi saat ini tidak mendukung kenaikan PPN,” jelasnya.

Dampak bagi UMKM: Peluang atau Ancaman?

Seperti yang diungkapkan dalam artikel Tempo, pelaku UMKM yang bergerak di sektor bahan pokok dan makanan olahan diperkirakan akan menghadapi dampak yang signifikan dari kebijakan kenaikan PPN ini. Beberapa dampak yang mungkin terjadi bagi UMKM adalah sebagai berikut:

Kenaikan Biaya Produksi

UMKM yang mengolah atau mengemas produk kebutuhan pokok akan mengalami kenaikan biaya produksi akibat pajak tambahan pada barang-barang yang dikenakan PPN. Syaiful Bahari, Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar), menambahkan bahwa penerapan PPN 12 persen akan berimbas pada harga beras karena komponen Harga Pembelian Pemerintah (HPP) juga terkena dampak kenaikan pajak.

Harga Jual yang Kompetitif

Pelaku UMKM perlu memilih antara menyerap kenaikan biaya tersebut atau meneruskannya kepada konsumen. Keputusan ini berisiko, karena menaikkan harga dapat mengurangi daya tarik produk mereka di pasar, sementara menyerap pajak berarti menekan margin keuntungan yang semakin tipis.

Penurunan Daya Saing

UMKM yang tergantung pada bahan baku dari supermarket atau pemasok besar berpotensi menghadapi persaingan yang lebih ketat. Produsen besar yang memiliki kapasitas produksi lebih besar mungkin dapat menekan harga, sedangkan UMKM yang beroperasi dengan biaya lebih tinggi akan kesulitan bersaing.

Baca Juga  Gerakan Massal Rumah Burung Hantu: Solusi Ramah Lingkungan untuk Pengendalian Hama

Kemandirian Ekonomi yang Terancam

Tutum Rahanta juga menekankan bahwa penurunan daya beli masyarakat tidak dapat diatasi dengan hanya mengandalkan bantuan sosial. Oleh karena itu, kebijakan yang mendukung kemandirian ekonomi, seperti insentif untuk UMKM, sangat diperlukan agar usaha kecil tetap dapat bertahan dan berkembang.

Rekomendasi untuk Mengurangi Dampak Kenaikan PPN

Penundaan Kenaikan Tarif

Sebagaimana diungkapkan oleh para ahli dalam berita Tempo, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk menunda penerapan PPN 12 persen hingga kondisi daya beli masyarakat menunjukkan pemulihan yang lebih baik.

Insentif untuk UMKM

Pemerintah bisa memberikan insentif berupa pengurangan pajak atau subsidi kepada UMKM, terutama yang bergerak di sektor kebutuhan pokok, agar mereka dapat tetap kompetitif tanpa harus menaikkan harga secara signifikan.

Edukasi dan Pendampingan

Pelaku UMKM juga perlu diberikan edukasi mengenai strategi efisiensi biaya dan inovasi produk, agar tetap dapat bertahan di pasar yang semakin kompetitif tanpa harus membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi.

Diversifikasi Produk

UMKM bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk berinovasi dan mengembangkan produk berbasis bahan baku lokal yang lebih efisien, agar tidak terlalu bergantung pada bahan yang dikenakan PPN.

Penutup

Kenaikan PPN 12 persen yang akan diterapkan mulai awal 2025, seperti yang disoroti dalam berita Tempo, dapat membawa dampak luas, baik bagi konsumen maupun pelaku UMKM. Sementara konsumen akan menghadapi kenaikan harga barang kebutuhan pokok, pelaku UMKM juga harus berjuang dengan kenaikan biaya produksi yang memengaruhi daya saing mereka di pasar.

Untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini, diperlukan langkah-langkah mitigasi yang tepat, termasuk memberikan insentif kepada UMKM dan kebijakan yang lebih pro-rakyat untuk mendorong pemulihan ekonomi tanpa memperburuk kesejahteraan masyarakat.

Cirebon Raya Jeh Team
Cirebon Raya Jeh adalah website yang hadir untuk mendukung dan mengembangkan potensi UMKM di Nusantara. Fokus utama kami adalah memberikan informasi yang relevan dan bermanfaat bagi pelaku usaha kecil dan menengah, dengan tujuan membantu mereka meraih kesuksesan dalam bisnis. Melalui berbagai konten yang inspiratif dan edukatif, Cirebon Raya Jeh berkomitmen untuk menjadi mitra strategis UMKM Indonesia.