[Cirebonrayajeh.com – Presiden Prabowo Subianto] Pada 1 September 2025, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa pemerintah akan melindungi hak rakyat untuk menyampaikan pendapat secara damai, tetapi akan bersikap tegas terhadap tindakan kerusuhan dan anarki. Pernyataan ini muncul setelah adanya aksi pembakaran gedung pemerintah, laporan penggunaan petasan, luka-luka akibat tindakan yang dianggap melampaui batas, serta indikasi bahwa ada kelompok tertentu yang terorganisir secara terencana untuk memicu kerusuhan.
Dalam konteks ini, lahirlah pertanyaan: bagaimana hak menyampaikan pendapat dijamin dalam hukum Indonesia, apa batasannya, dan bagaimana sikap ini cocok (atau tidak) dengan nilai-nilai Khittah NU 1926, terutama sebagai gerakan sosial-keagamaan yang menekankan keadilan, masyarakat, persatuan, dan akhlak. Artikel ini menguraikan aspek hukum, tuntutan demokrasi, dan relevansi Khittah NU, lalu memberi rekomendasi kebijakan.
Sumber Hukum Terhadap Hak Menyampaikan Pendapat dan Batasannya
Untuk memahami posisi pemerintah dalam menegakkan pernyataan tentang perlindungan terhadap demonstran damai dan penindakan terhadap aksi anarki, perlu dikaji dulu sumber-sumber hukum yang melingkupinya. Hukum dasar, regulasi, dan putusan yudisial menjadi acuan penting agar tindakan pemerintah tidak arbitrer, dan agar rakyat memahami apa yang dibolehkan dan dibatasi.
Isi
Undang-Undang Dasar 1945
- Pasal 28E ayat (3): “Setiap orang berhak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
- Pasal 28F: “Setiap orang berhak memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya … dan menyampaikan informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia.
Perundangan Khusus
- UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum: menjamin kebebasan berpendapat di muka umum, termasuk unjuk rasa, selama damai dan sesuai aturan.
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia: mengatur HAM secara umum, termasuk hak ekspresi dan berpendapat.
Pembatasan Hukum dan Prinsip Keterbatasan
- Dalam praktik hukum dan jurnal akademik dijelaskan bahwa hak menyampaikan pendapat tidak bersifat absolut; harus tunduk pada pembatasan yang sah, seperti ketertiban umum, nilai moral agama, keselamatan, dan keutuhan bangsa.
- Contoh: penggunaan UU ITE dalam beberapa kasus debat publik dan media sosial yang menunjukkan bahwa pembatasan kadang dipersoalkan karena dianggap berlebihan atau tidak proporsional.
Jurnal FH UMI
Putusan Yudisial dan Praktik Aparat
Ada penelitian seperti di Padjadjaran Law Review tentang tindakan represif aparat terhadap massa demonstrasi; kritik bahwa dalam beberapa kasus aparat melampaui kewenangan dan membatasi kebebasan berpendapat terlalu keras.
Studi-normatif hukum juga menunjukkan bahwa negara berkewajiban tidak hanya untuk melindungi hak, tetapi juga untuk memastikan bahwa pembatasan dilakukan sesuai prosedur hukum yang adil dan jelas.
Analisis
Dari kerangka hukum tersebut, pernyataan Presiden Prabowo bahwa demonstran damai harus dilindungi adalah konsisten dengan konstitusi dan regulasi HAM di Indonesia. Namun, “aksi anarki” seperti pembakaran gedung dan tindakan kekerasan jelas masuk kategori pelanggaran hukum, yang dalam perundangan boleh ditindak. Tantangan muncul pada hal-hal seperti:
- Bagaimana aparat menentukan batas antara demonstrasi damai dan yang berpotensi anarki? Kriteria hukumnya kadang samar dalam praktik.
- Adakah transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyelidikan dan penegakan hukum terhadap kelompok “yang terencana membuat kerusuhan” agar tidak terjadi distorsi atau penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang?
- Bagaimana memastikan korban dari tindakan represif aparat yang mungkin salah sasaran juga mendapatkan keadilan?
Demokrasi, Akuntabilitas, dan Kebijakan Publik: Tantangan Kekinian
Demokrasi bukan sekadar prosedur untuk menyampaikan pendapat, tetapi juga tentang tata kelola pemerintahan yang responsif, akuntabel, dan menjunjung tinggi keadilan. Ketika pemerintah mengambil sikap tegas terhadap anarki, harus dipastikan bahwa sikap itu tidak membungkam aspirasi rakyat yang sah. Demokrasi juga menuntut dialog, keadilan, dan supremasi hukum.
Isi
Partisipasi dan Aspirasi Rakyat
- Dalam teori demokrasi partisipatif, kebebasan menyuarakan pendapat adalah salah satu cara rakyat ikut serta dalam pengambilan keputusan publik. Bila hak ini dipersempit, maka kualitas demokrasi akan menurun.
- Penelitian-normatif menunjukkan kebebasan berpendapat di muka umum adalah indikator penting negara demokrasi sehat.
Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah
- Pemerintah memiliki kewajiban memberikan penjelasan kapan dan mengapa tindakan tegas diambil, mekanisme penyelidikan, serta proses hukum terhadap para pihak yang dianggap melanggar.
- Institusi pengawas (Komnas HAM, Ombudsman, pengadilan) harus dilibatkan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
- Contoh kasus dalam jurnal: kritik terhadap tindakan represif aparat ketika kekerasan netralnya tidak jelas atau investigasi berjalan lambat.
Politik Keamanan vs Hak Sipil
- Negara harus menyeimbangkan antara kebutuhan keamanan (untuk melindungi publik) dan hak sipil (kebebasan berpendapat, berekspresi). Kebijakan keamanan tidak boleh menjadi dalih untuk melarang semua bentuk kritik atau protes.
- Doktrin Hukum HAM menyebut bahwa pembatasan (restriksi) harus memenuhi tiga unsur: legalitas, kepentingan sah, dan proporsionalitas.
Dampak Sosial-ekonomi
- Aksi anarki biasanya merusak fasilitas publik, menggangu aktivitas ekonomi warga, menciptakan kerugian langsung (infrastruktur, layanan publik) dan tidak langsung (kepercayaan investor, keamanan, kestabilan sosial).
- Namun kebijakan tegas juga bisa mengakibatkan kekhawatiran apabila mekanisme pengamanan dan penanganan dilandasi pendekatan kekerasan atau melanggar HAM — ini bisa memicu trauma sosial, perpecahan, dan melemahkan rasa keadilan.
Khittah NU 1926: Nilai, Prinsip, dan Relevansi dalam Kasus Ini
Khittah NU 1926 adalah rumusan nilai-nilai dasar Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi sosial-keagamaan yang menekankan bahwa NU tidak terikat pada partai politik, bahwa perjuangannya adalah kemaslahatan umat, akhlak, toleransi, dan pengembangan masyarakat. Dalam konteks kebebasan berpendapat dan tanggapan terhadap aksi anarki, nilai-nilai khittah memberikan kerangka normatif yang dapat menjadi tolok ukur sikap NU dan masyarakat luas.
Isi
Definisi dan Butir-Butir Khittah NU 1926
- Berdasarkan Naskah Khittah NU, ada 9 butir: Mukaddimah, Pengertian, Dasar-dasar Pemikiran, Sikap Kemasyarakatan, Perilaku, Ikhtiar, Fungsi Organisasi dan Kepemimpinan Ulama, NU dan Kehidupan Berbangsa, dan Khotimah.
- Salah satu poin penting: NU secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan manapun.
Nilai-Nilai Sosial-Keagamaan: Akhlak, Toleransi, Musyawarah, Keadilan
- Khittah NU menekankan akhlak mulia (kesantunan, kejujuran), sikap tawassuth (tengah), tasamuh (toleran), dan tawazun (seimbang) dalam berkhidmah.
- Nilai-nilai ini penting ketika protes dan kritik muncul: kritik atau penyampaian pendapat seyogyanya dilakukan dengan adab, tidak merusak, tidak kekerasan.
NU sebagai Wadah Sosial, Bukan Partai Politik
- Khittah menegaskan NU sebagai jamiyah diniyah, sosial keagamaan yang bergerak dalam pendidikan, dakwah, sosial, bukan sebagai alat politik praktis.
- Namun kenyataan selalu ada tarik-ulur antara ideal khittah dan realitas politik: beberapa elite NU terlibat dalam partai politik atau pengambilan kepentingan politik. Penelitian UGM tentang “Khittah 1926 dan problematika politik NU dalam era reformasi” menyebut bahwa semangat khittah terkadang kabur karena keterlibatan elite dalam politik praktis meski secara formal NU netral.
Relevansi terhadap Kasus “Anarki vs Demonstrasi Damai”
- Nilai Khittah NU mendukung perlindungan terhadap aspirasi rakyat yang disampaikan dengan itikad baik, damai, sesuai hukum — sesuai dengan pasal-pasal hukum dan prinsip demokratik.
- Nilai akhlak dan persaudaraan menolak kekerasan, menghargai kehidupan manusia, tidak ada kerusakan yang melampaui batas, serta mempertimbangkan kepentingan rakyat kecil.
- Dari Nilai NU: keadilan sosial, kepedulian kepada rakyat lemah, larangan perusakan sebagai bagian dari tindakan yang merugikan banyak orang — semua ini relevan untuk mengkritisi tindakan anarki.
Kritik dan Catatan terhadap Pernyataan Pemerintah dari Perspektif Khittah dan Demokrasi
Pernyataan tegas presiden tentang perlindungan terhadap demonstran damai dan penegakan terhadap aksi anarki adalah positif, tetapi dalam implementasi harus ada kehati-hatian dan transparansi. Berikut beberapa kritik dan catatan yang patut diperhatikan agar tindakan pemerintah konsisten dengan hukum, demokrasi, dan nilai-nilai Khittah NU.
Isi
Kriteria “Anarki” dan Bukti yang Kuat
- Pemerintah menyebut ada penggunaan petasan, pembakaran, kelompok terencana. Namun bukti dan transparansi laporan (siapa yang menggunakan, bagaimana investigasinya) harus jelas agar tidak terjadi generalisasi yang menjerat peserta demonstrasi damai.
- Kesenjangan antara tindakan aparat dan perlindungan hak sipil menjadi masalah ketika aparat melakukan tindakan keras sebelum ada klarifikasi.
Proporsionalitas dalam Tindakan Aparat dan Penegakan Hukum
- Penggunaan kekuatan atau tindakan tegas harus bersifat proporsional dan sesuai hukum. Jangan sampai pelanggaran kecil dianggap anarki, sehingga represinya lebih besar dari pelanggarannya.
- Penelitian dalam Padjadjaran Law Review menunjukkan bahwa tindakan represif aparat sering bersinggungan dengan pelanggaran hak menurut standar internasional.
Musyawarah dan Jalur Non-Kekerasan
- Salah satu butir Khittah NU adalah pendekatan kemasyarakatan yang melalui ikhtiar damai, dialog, musyawarah. Pemerintah dan masyarakat harus membuka ruang dialog agar aspirasi tersalurkan sebelum memuncak menjadi aksi yang lebih ekstrem.
- Pendidikan politik warga sangat penting agar masyarakat memahami batas-batas hukum, cara menyampaikan aspirasi secara efektif dan damai.
Perlindungan terhadap Korban
- Dalam berita disebut beberapa korban terluka, bahkan memicu kekhawatiran tentang pengguna petasan terhadap anggota demonstrasi atau aparat. Negara wajib menyediakan akses ke pemulihan: medis, hukum, dan kompensasi jika terjadi pelanggaran (misalnya salah sasaran).
- Mekanisme pengaduan harus jelas: Komnas HAM, kepolisian, pengadilan, lembaga independen.
Keselarasan Antara Kebijakan dengan Nilai Keagamaan dan Moral
- Berdasarkan Khittah NU, nilai akhlak mulia dan moralitas harus dijaga; tindakan pembakaran, merusak fasilitas publik, dan kekerasan jelas bertentangan dengan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang ditekankan dalam Khittah.
- Pemerintah harus menegakkan hukum juga menjaga nilai-nilai moral dan agama agar masyarakat tidak merasa bahwa tindakan keras aparat adalah tindakan yang melampaui nilai keagamaan.
Rekomendasi Kebijakan berdasarkan Nilai Khittah NU dan Prinsip Demokrasi
Untuk memastikan bahwa perlindungan terhadap hak menyampaikan pendapat dan penindakan terhadap aksi anarki berjalan sesuai hukum, demokrasi, dan nilai-nilai agama/sosial yang dijunjung Khittah NU, berikut rekomendasi kebijakan konkret yang dapat dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan dan masyarakat.
Isi
Penguatan Regulasi dan Perundang-undangan
- Perjelas undang-undang: Sediakan definisi yang lebih rinci mengenai “aksi anarki”, “kerusuhan”, atau “demonstrasi damai” agar tidak ada ruang interpretasi yang terlalu luas atau disalahgunakan.
- Amankan mekanisme untuk menguji tindakan aparat melalui lembaga independen. Bisa melalui pengawasan Komnas HAM, Ombudsman, atau Badan Pengawas internal kepolisian yang transparan dan publik.
Pelatihan Aparat Keamanan dan Penegak Hukum
- Aparat harus mendapatkan pelatihan HAM, prosedur penggunaan kekuasaan/pengendalian massa, dan penggunaan proporsionalitas serta perlindungan terhadap warga yang damai.
- Sertifikasi atau audit dari lembaga independen terkait penggunaan kekuatan dalam demonstrasi.
Pendidikan Politik dan HAM ke Masyarakat
- Program di tingkat pesantren, sekolah, dan masyarakat umum agar warga memahami hak dan kewajiban menyampaikan aspirasi, bagaimana melakukannya secara damai, serta memahami dampak sosial dari tindakan kekerasan.
- Sosialisasi tentang UU 9/1998, UU HAM, Pasal-Pasal UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat.
Ruang Dialog dan Mediasi Keadaan Krisis
- Pemerintah (pusat dan daerah) dapat menyediakan forum dialog sebelum situasi memanas: ada mediasi protes, pengajuan aspirasi formal, pertemuan dengan lembaga DPRD, atau pejabat terkait.
- Libatkan ormas keagamaan seperti NU sebagai mediator masyarakat, karena ormas dapat dipercaya sebagai jembatan nilai sosial-keagamaan.
Perlindungan Hukum bagi Demonstran Damai
- Pastikan demonstran damai terlindungi: tidak ada intimidasi, kekerasan, atau penindasan yang melanggar hukum. Adanya jaminan keamanan hukum dan akses ke advokasi.
- Pemulihan bagi siapa pun yang menjadi korban dari tindakan aparat yang salah atau penyalahgunaan wewenang.
Penerapan Nilai Khittah NU dalam Kebijakan Publik dan Organisasi Pemerintahan
- Pemerintah dan aparat hendaknya mengadopsi nilai-tawassuth, tasamuh, tawazun dalam pendekatan terhadap protes sosial.
- Organisasi NU dan warga Nahdliyyin dapat memperkuat peran mereka sebagai penengah dan advokat untuk perdamaian sosial, bukan sebagai pihak yang konflik.
Penutup
Dalam bingkai Khittah NU 1926, berita mengenai pernyataan Presiden Prabowo bahwa rakyat yang menyampaikan pendapat damai dilindungi, sementara pihak yang melakukan anarki akan ditindak tegas, dapat dipandang sebagai langkah yang pada prinsipnya sesuai dengan hukum Indonesia dan nilai-nilai demokrasi. Namun, implementasi dari pernyataan tersebut harus didasari dengan kriteria jelas, transparansi, akuntabilitas serta penghormatan terhadap nilai-nilai akhlak, keadilan, dan kemanusiaan — nilai-nilai yang sangat ditekankan dalam Khittah NU.
Nilai-nilai Khittah NU seperti toleransi (tasamuh), keseimbangan (tawazun), keadilan, dan akhlak mulia bukan hanya simbol. Mereka seharusnya menjadi kerangka operasional dalam kebijakan negara dan tindakan penegak hukum ketika menghadapi konflik sosial atau demonstrasi. Bila semua pihak — pemerintah, aparat, warga masyarakat, serta tokoh agama dan organisasi kemasyarakatan — mampu meresapi semangat Khittah ini, maka harapan akan demokrasi yang lebih manusiawi, adil, dan mantap bisa diwujudkan.