Dialog Presiden Prabowo dengan Serikat Pekerja

Analisis kritis dialog Presiden Prabowo dengan serikat pekerja, dikaji melalui Khittah NU 1926, demokrasi industrial, dan reformasi kebijakan.

Berita18 Views

[Cirebonrayajeh.com – Presiden Prabowo Subianto] Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan perwakilan serikat pekerja di Istana Negara pada 1 September 2025 menandai momentum penting dalam lanskap demokrasi industrial Indonesia. Artikel ini meninjau ulang isu strategis yang dibahas, mencakup Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan, RUU Perampasan Aset, hingga reformasi pajak. Dengan pendekatan news policy review, tulisan ini mempertahankan pernyataan otentik dalam laporan berita, lalu menambahkan kritik konstruktif dari perspektif hukum ketenagakerjaan, ekonomi fiskal, serta etika politik dalam bingkai Khittah NU 1926. Hasil analisis menunjukkan bahwa komitmen pemerintah menjaga ruang demokrasi dan mengawal aspirasi buruh masih memerlukan mekanisme implementasi yang lebih transparan. Artikel ini juga mengusulkan pentingnya keseimbangan antara keberlanjutan fiskal, perlindungan pekerja, serta etika keadilan sosial sebagaimana diajarkan dalam tradisi NU.

Hubungan industrial di Indonesia sejak awal Reformasi diwarnai oleh dinamika tarik-menarik antara kepentingan buruh, pengusaha, dan pemerintah. Isu seputar perlindungan tenaga kerja, kepastian hukum, serta kebijakan fiskal menjadi fondasi dalam diskursus kebijakan nasional. Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan perwakilan serikat pekerja pada September 2025 merepresentasikan bentuk dialog sosial antara negara dan masyarakat sipil.

Dalam perspektif Khittah NU 1926, relasi negara dan masyarakat harus diletakkan dalam bingkai ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) dan ‘adl sosial (keadilan sosial). Oleh karena itu, kebijakan publik tidak semata-mata berbicara tentang pertumbuhan ekonomi, melainkan juga menjaga harkat martabat kaum pekerja. Artikel ini menganalisis ulang laporan berita tersebut dalam format akademik, dengan pendekatan policy review serta dukungan literatur akademik dan data premium dari lembaga terpercaya.

RUU Ketenagakerjaan dan Aspirasi Buruh: Antara Harapan dan Kekhawatiran

Konteks

Baca Juga  Meningkatkan Literasi Keuangan dan Inovasi untuk UMKM melalui Profesi Keuangan Expo 2024

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea, menyatakan:

“Yang pertama, Gerakan Buruh Indonesia mendukung penuh Presiden Prabowo Subianto. Dan kami menegaskan, kami bukan berada di belakang Presiden, kami berada di samping Presiden. Dan yang pasti, kami mendukung demonstrasi yang damai. Tetapi kami tegaskan, kami menentang perusuh-perusuh yang mencoba mengganggu stabilitas politik dan ekonomi di Indonesia.”

Pernyataan ini menunjukkan dua hal: dukungan politik serikat buruh sekaligus garis tegas antianarkisme. Namun, kritik muncul terkait apakah dukungan politik ini dapat mengurangi daya kritis serikat buruh dalam memperjuangkan substansi RUU Ketenagakerjaan.

Kritik Akademik

Menurut Prof. Aloysius Uwiyono (UI), RUU Ketenagakerjaan idealnya menjawab isu job security, upah layak, serta perlindungan pekerja informal [1]. Namun, draf RUU yang beredar cenderung pro-pasar dan mengurangi standar perlindungan buruh, mirip dengan kontroversi UU Cipta Kerja [2].

Di sinilah Khittah NU 1926 relevan: NU menekankan keadilan sosial dan perlindungan kelompok lemah. Dalam perspektif fiqh sosial, pekerja tidak boleh diperlakukan sebagai instrumen ekonomi semata, melainkan sebagai insan bermartabat.

RUU Perampasan Aset: Antara Kepastian Hukum dan Stabilitas Ekonomi

Konteks

Andi Gani menyampaikan:

“Karena itu, Presiden berjanji ruang demokrasi tetap terjaga. Dan beliau berjanji, yang pertama, RUU Perampasan Aset segera dibahas, dan juga RUU Ketenagakerjaan yang diminta oleh buruh. Beliau minta kepada Ketua DPR untuk langsung segera dibahas, segera oleh partai-partai, dan setuju untuk segera dibahas.”

Pernyataan ini menunjukkan komitmen eksekutif mendorong agenda hukum strategis.

Kritik Akademik

Menurut kajian ICW (Indonesia Corruption Watch), RUU Perampasan Aset penting untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi [3]. Namun, risiko penyalahgunaan kewenangan juga besar jika aturan tidak dirancang dengan prinsip rule of law yang ketat [4].

Baca Juga  Disambut Hangat Diaspora: Membaca Diplomasi Indonesia di PBB

Dalam bingkai Khittah NU 1926, politik hukum harus berpijak pada nilai keadilan dan kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah). Karenanya, pembahasan RUU ini perlu melibatkan partisipasi publik, bukan sekadar elite politik.

Reformasi Pajak: Jalan Panjang Keadilan Fiskal

Konteks

Pertemuan juga membahas isu reformasi pajak, yang sangat strategis dalam mengatasi ketimpangan fiskal.

Kritik Akademik

Menurut data CELIOS (2024), tax ratio Indonesia stagnan di kisaran 10–11%, jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 33% [5]. Padahal, sistem pajak yang adil merupakan instrumen penting untuk mendukung program jaminan sosial pekerja.

Ekonom Bhima Yudhistira menekankan bahwa tanpa reformasi pajak yang progresif, ketimpangan ekonomi akan terus melebar [6]. NU sendiri dalam dokumen Bayanat Nahdlatul Ulama menyebut pentingnya pajak sebagai instrumen distribusi keadilan sosial.

Dimensi Demokrasi: Hak Bersuara dan Antianarkisme

Konteks

Presiden KSPI, Said Iqbal, menekankan:

“Kami mengusulkan dan berpendapat demonstrasi tetap harus diberi ruang. Karena itu hanya satu-satunya cara bagi kelompok bawah, kelompok buruh, petani, nelayan, mahasiswa, dan orang-orang kecil—untuk menyampaikan aspirasi ketika ‘lembaga-lembaga formal’ lambat atau tidak mau mendengar. Tentu demonstrasi ini harus konstruktif, konstitusional, anti-kekerasan, dan tidak boleh anarkis. Dan pada titik itu Bapak Presiden setuju.”

Kritik Akademik

Dalam literatur demokrasi, unjuk rasa damai merupakan pilar partisipasi politik non-elektoral [7]. Namun, tantangannya adalah sering kali aparat menafsirkan aksi damai sebagai ancaman ketertiban.

Dari perspektif Khittah NU 1926, tasamuh (toleransi) dan musyawarah menjadi kunci dalam menjaga ruang demokrasi. Demonstrasi damai tidak boleh dibungkam, justru harus dianggap sebagai sarana koreksi sosial.

Khittah NU 1926: Etika Politik dalam Merespons Aspirasi Buruh

Khittah NU 1926 mengajarkan sikap netralitas politik praktis namun aktif dalam memperjuangkan keadilan sosial. Sikap ini dapat menjadi acuan dalam melihat relasi serikat buruh dengan pemerintah.

Baca Juga  Presiden Prabowo Panggil Dirut Pertamina, Bahas Distribusi BBM untuk SPBU Swasta

Dengan menjadikan keadilan sosial sebagai nilai utama, Khittah NU menolak eksploitasi, baik oleh pengusaha maupun negara. Hal ini menegaskan bahwa dukungan serikat pekerja terhadap pemerintah sebaiknya tidak mengurangi fungsi kritis mereka dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh.

Penutup

Dialog antara Presiden Prabowo dan serikat pekerja mencerminkan ruang demokrasi yang masih terbuka di Indonesia. Namun, tanpa regulasi yang kuat dan implementasi konsisten, komitmen tersebut berisiko menjadi simbolis belaka.

RUU Ketenagakerjaan harus memastikan perlindungan buruh, RUU Perampasan Aset harus memperkuat integritas hukum, dan reformasi pajak harus menjadi jalan menuju keadilan fiskal. Dalam semua itu, nilai-nilai Khittah NU 1926 relevan sebagai panduan etika politik: menegakkan keadilan, menjaga martabat manusia, dan memperkuat ukhuwah kebangsaan.

Referensi

[1] A. Uwiyono, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2020.

[2] International Labour Organization, Decent Work and the Sustainable Development Goals, Geneva: ILO, 2021. [Online]. Available: https://www.ilo.org/global/topics/sdg-2030/lang–en/index.htm

[3] Indonesia Corruption Watch (ICW), Kajian RUU Perampasan Aset, Jakarta, 2024. [Online]. Available: https://antikorupsi.org/id

[4] H. Setiadi, “The Politics of Asset Recovery in Indonesia,” Indonesia Law Review, vol. 12, no. 2, pp. 145–167, 2022. [Online]. Available: https://doi.org/10.15742/ilrev

[5] Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Indonesia Tax Ratio Report 2024, Jakarta, 2024. [Online]. Available: https://celios.id

[6] B. Yudhistira, “Reformasi Pajak dan Keadilan Sosial,” Kompas, July 2024. [Online]. Available: https://www.kompas.id

[7] D. Tilly, Contentious Politics, Oxford: Oxford University Press, 2021.

[8] NU Online, Khittah NU 1926 dan Implementasinya, Jakarta: NU Online, 2023. [Online]. Available: https://www.nu.or.id/khittah

Leave a Reply