Preside Prabowo Subianto: Komitmen Investasi USD 23,8 Miliar di Expo Osaka

Membedah peluang dan risiko komitmen investasi besar di Expo Osaka dengan nilai-nilai Khittah NU 1926 sebagai lensa analisis kebijakan.

Berita36 Views

[Cirebonrayajeh.com Presiden Prabowo Subianto] Expo 2025 Osaka menjadi panggung global yang dimanfaatkan Indonesia tidak hanya untuk menarik investasi besar–USD 23,8 miliar menurut pernyataan Bappenas–tetapi juga sebagai platform memperkuat national branding, terutama dengan tema pembangunan berkelanjutan dan citra bangsa bahari. Namun, di luar angka dan seremonial, muncul pertanyaan: bagaimana komitmen seperti ini selaras atau tidak dengan nilai-nilai Khittah Nahdlatul Ulama 1926 (‘khittah NU’)? Apakah komitmen investasi besar tersebut mendukung kesejahteraan umat, keadilan sosial, dan pembangunan yang bermakna, atau justru berpotensi menyimpang dari prinsip-prinsip keagamaan dan kemasyarakatan?

Artikel ini meninjau dari beberapa perspektif: nilai-nilai dasar Khittah NU 1926, data empiris tentang investasi asing langsung (FDI) di Indonesia, potensi dan tantangan implementasi investasi besar di sektor publik dan swasta, serta rekomendasi kebijakan agar hasilnya membawa manfaat besar bagi rakyat banyak, sesuai khittah organisasi.

Khittah NU 1926: Nilai, Prinsip, dan Relevansi Kebijakan Publik

Untuk memahami bagaimana kebijakan investasi semacam komitmen di Expo Osaka dapat dinilai dalam kerangka NU, maka penting dulu menyimak apa itu Khittah 1926: nilai-nilai apa saja yang terkandung, bagaimana prinsip-prinsipnya diartikulasikan dalam praktik, serta bagaimana studi-studi akademik memperlihatkan relevansinya terhadap kebijakan publik.

Nilai dan Prinsip Khittah NU 1926

  • Khittah NU 1926 lahir di Kongres Surabaya pada Januari 1926. Salah satu poin kunci adalah bahwa NU bukanlah partai politik yang terlibat dalam politik praktis, melainkan organisasi keagamaan-sosial yang memperjuangkan kesejahteraan umat melalui pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
  • Prinsip utama lainnya: kemandirian umat, musyawarah, keadilan dan pembebasan dari politik transaksional yang mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok di atas kepentingan umum.

Kajian Akademik: Khittah dalam Praktik dan Politik

  • Studi “The Khittah of 1926 Reexamined” dan penelitian oleh Asa’ari et al., Hidayat dkk., serta Nurjaman dkk. menunjukkan bahwa meskipun secara formal NU tidak terlibat sebagai partai politik, nilai-nilai khittah tetap memengaruhi arah kebijakan publik atau posisi NU terhadap isu-isu nasional.
  • Studi “Understanding Its Meaning, Political Integration, and Identity: Khittah …” membahas bahwa meskipun ada tekanan untuk politisasi, NU berusaha menjaga identitasnya melalui gerakan sosial dan ekonomi yang berbasis moral Islam Nusantara — yang meliputi keadilan sosial, inklusivitas, dan pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga  Diplomasi Simbolik Pujian Trump terhadap Pidato Prabowo di PBB

Relevansi terhadap Kebijakan Investasi

Nilai-nilai khittah seperti kemaslahatan umum, kesejahteraan rakyat, dan keadilan harus menjadi tolok ukur ketika suatu kebijakan investasi diumumkan. Artinya, besarnya angka investasi saja tidak cukup — yang terpenting adalah:

  • siapa pemilik proyek dan bagaimana pembagian manfaatnya
  • apakah investasi mendukung pembangunan lokal (infrastruktur, tenaga kerja, UMKM)
  • apakah ada dampak lingkungan atau sosial negatif yang diabaikan
  • bagaimana transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan

Data Empiris Investasi Asing dan Realitas Indonesia Tahun Terakhir

Sebelum menilai komitmen USD 23,8 miliar, penting melihat data empiris investasi asing langsung (FDI) di Indonesia: tren terkini, sektor-sektor utama, tantangan, dan keterkaitan antara investasi dengan pembangunan berkelanjutan. Data ini membantu kita mengukur seberapa realistis komitmen dan potensi manfaatnya.

Tren FDI di Indonesia

  • Menurut laporan World Investment Report 2025 (UNCTAD), investasi internasional global mengalami penurunan untuk dua tahun berturut-turut, dan negara-negara berkembang menghadapi tantangan terutama dalam menarik FDI yang berkualitas tinggi.
  • Indonesia pada tahun 2024 mencatat FDI sebesar USD 55,33 miliar (sekitar Rp 900,2 triliun) untuk sektor non-keuangan dan non migas. Angka ini meningkat 21 % dibandingkan tahun sebelumnya.
  • Namun, di kuartal II 2025, FDI mengalami penurunan sebesar 6,95 % dibanding tahun lalu (y-o-y), berada di angka ±Rp 202,2 triliun (±US$12,3 miliar) untuk periode April-Juni.
  • Realisasi investasi dari domestik dan asing pada kuartal pertama 2025 naik 15,9 % menjadi Rp 465,2 triliun, menciptakan lebih dari 594.000 lapangan kerja.

Sektor dan Provinsi

  • Sektor logam dasar (basic metals), pertambangan, dan pengolahan mineral menjadi magnet besar bagi FDI. Hal ini terkait kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bijih nikel mentah, yang memicu investasi pengolahan lokal.
  • Distribusi investasi antar provinsi menunjukkan disparitas. LMI Consultancy melaporkan bahwa beberapa provinsi memperoleh porsi investasi besar, sedangkan banyak daerah lain masih minim.

Komitmen Investasi USD 23,8 Miliar di Expo Osaka: Potensi dan Risiko dalam Perspektif Khittah NU 1926

Dengan angka USD 23,8 miliar sebagai komitmen investasi yang diumumkan di Osaka, ada harapan dan optimisme, tetapi juga kewaspadaan. Dalam kerangka khittah, kita perlu menelisik: Apakah angka ini realistis dan berkelanjutan? Bagaimana mekanismenya? Dan terutama, bagaimana manfaatnya untuk rakyat banyak serta nilai-nilai moral dan sosial?

Potensi

  • Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja
    Bila realisasi investasi dimulai 2026 seperti yang dijanjikan, proyek-proyek besar berpotensi membuka lapangan kerja, mempercepat pembangunan infrastruktur, dan meningkatkan penghasilan daerah-daerah. Ini akan sejalan dengan prinsip NU tentang kemakmuran umat.
  • Transfer Teknologi dan Pengembangan Industri Lokal
    Investasi asing, bila diarahkan ke sektor-sektor padat teknologi atau industri hilir, bisa memperkuat kemampuan produksi nasional, meningkatkan SDM, dan memperkecil ketergantungan impor.
  • National Branding dan Soft Power
    Seperti yang disebut dalam berita, Paviliun Indonesia dengan tema bahari dan budaya serta pembangunan berkelanjutan bukan hanya promosi, tetapi juga pernyataan identitas. Dalam khittah NU, memperkuat budaya dan identitas bangsa serta keislaman Nusantara adalah bagian dari dakwah sosial dan kultural.
Baca Juga  Menyikapi Diplomasi Ekonomi dan Politik Kunjungan Presiden Prabowo ke Kanada

Risiko

  • Realisasi vs Komitmen
    Komitmen investasi besar sering diumumkan, tetapi realisasinya sering jauh di bawah. Banyak faktor yang mempengaruhi: izin, regulasi, stabilitas politik, infrastruktur pendukung, dan kelayakan ekonomi proyek. Jika tidak dikelola dengan baik, investasi bisa stagnan atau mangkrak.
  • Ketimpangan Geografis dan Sosial
    Jika fokus investasi hanya di pulau-pulau besar atau daerah urban, daerah terpencil bisa tertinggal. Ini bisa kontradiksi dengan prinsip keadilan dan pembebasan dari ketimpangan yang menjadi bagian dari nilai NU.
  • Dampak Lingkungan dan Sosial
    Investasi di sektor pertambangan, industri berat, infrastruktur besar bisa memicu kerusakan lingkungan atau konflik sosial. Bila tidak diikuti dengan regulasi lingkungan yang ketat, partisipasi masyarakat lokal, dan kompensasi yang adil, maka nilai kemanusiaan dan keadaban — yang sangat dijunjung dalam budaya Islam Nusantara — bisa terabaikan.
  • Politik Praktis dan Tuntutan Transparansi
    Walaupun khittah NU melarang politisasi praktis, kebijakan investasi besar selalu terkait dengan keputusan politik. Maka transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik harus dijaga agar tidak menjadi alat kepentingan kelompok atau elit saja.

Apakah Investasi USD 23,8 Miliar Itu Sesuai Dengan Khittah NU?

Di bagian ini kita mengevaluasi: sejauh mana komitmen tersebut selaras dengan Khittah NU 1926 berdasarkan nilai moral, implementasi nyata, dan potensi jangka panjang, serta apa catatan kritis berdasarkan kajian akademik.

Kesesuaian dengan Nilai Khittah

  • Kesejahteraan Umat & Keadilan Sosial: Bila komitmen investasi diwujudkan dengan proyek-proyek yang produktif, terkait pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat lokal, maka ini bisa memenuhi tujuan khittah untuk kesejahteraan.
  • Pembangunan Berkelanjutan: Dengan tema pembangunan berkelanjutan dibawa di Expo Osaka, ini bisa sejalan dengan nilai keadilan generasi dan tanggung jawab lingkungan.
  • Budaya & Identitas Lokal: Penekanan pada budaya bahari Indonesia dan representasi alam dalam pavilion menunjukkan bahwa nasionalisme budaya mendapat tempat — sesuai dengan karakter NU yang menghargai budaya lokal dan Islam Nusantara.

Catatan Kritis

  • Transparansi Realisasi: Komitmen USD 23,8 miliar perlu detail tentang: sektornya, dari negara mana, institusinya, jangka waktu pelaksanaan, serta mekanisme partisipasi masyarakat. Tanpa itu, angka besar bisa jadi hanya retorika.
  • Pemberdayaan Lokal vs Modal Asing: Seberapa besar manfaat lokal (tenaga kerja, supplier lokal, UMKM) dibandingkan import barang, penggunaan tenaga asing, dan repatriasi keuntungan. Nilai khittah menghendaki agar rakyat banyak mendapat bagian, bukan hanya elit atau investor asing.
  • Risiko Politik & Korupsi: Ketersediaan regulasi, pengawasan, dan integritas lembaga-lembaga terkait sangat penting. Investasi besar rentan menjadi korban penyimpangan jika tidak ada akuntabilitas.
Baca Juga  Breaking News: Menteri PANRB Ungkap Kenaikan Gaji PNS 2025, Simak Detailnya!

Rekomendasi Kebijakan: Agar Komitmen Mengakar dalam Khittah yang Sejati

Untuk agar komitmen investasi sebesar USD 23,8 miliar tidak hanya menjadi headline, tetapi terwujud dan sesuai dengan prinsip-prinsip Khittah NU 1926, berikut beberapa rekomendasi kebijakan yang bisa dipertimbangkan pemerintah dan stakeholders terkait.

Rekomendasi Struktural dan Regulasi

1. Perjanjian Investasi yang Transparan dan Berkelanjutan

  • Publikasi dokumen investasi: siapa investor, skema kepemilikan, waktu realisasi, target emplemen lokal, tanggung jawab sosial dan lingkungan.
  • Penetapan regulasi yang menjamin kepastian hukum dan prosedur cepat tapi tetap menjunjung keadilan dan lingkungan.

2. Syarat Keterlibatan Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat

  • Kuota tenaga kerja lokal, pelibatan UMKM lokal sebagai penyedia barang/jasa pendukung.
  • Dana pembangunan lokal atau CSR diarahkan untuk pembangunan infrastruktur sosial (sekolah, pesantren, kesehatan).

3. Evaluasi dan Monitoring Independen

  • Melibatkan lembaga akademik, organisasi masyarakat sipil, ormas Islam seperti NU sendiri dalam monitoring pelaksanaan proyek.
  • Pelaporan berkala mengenai realisasi dan dampak ekonomi‐sosial serta lingkungan.

4. Penguatan Tata Kelola dan Pencegahan Korupsi

  • Penggunaan e-procurement, audit publik, pengawasan oleh lembaga negara & masyarakat.
  • Hindari konsentrasi besar di tangan operator tunggal atau negara bagian tanpa checks and balances.

Kebijakan yang Berbasis Nilai Khittah

  • Pengintegrasian Nilai Islam Nusantara dan Keadilan dalam Keseluruhan Proses: Tidak hanya fokus pada profit atau pertumbuhan angka, tetapi memperhatikan keadilan, kasih sayang, keseimbangan ekologis, dan kemanusiaan.
  • Pengembangan Pendidikan dan Dakwah sebagai Bagian Investasi Sosial: Proyek-proyek sosial/pendidikan/dakwah yang mendukung masyarakat di daerah, terutama daerah terpencil atau pesantren sebagai bagian dari tanggung jawab investasi.
  • Kebijakan Investasi Berorientasi Jangka Panjang: Fokus pada ketahanan ekonomi, bukan hanya investasi yang cepat balik modal. Investasi infrastruktur hijau, teknologi bersih, energi terbarukan yang bisa memberikan manfaat generasi mendatang.

Meneguhkan Khittah dalam Era Komitmen Besar

Komitmen investasi USD 23,8 miliar di Expo 2025 Osaka adalah langkah ambisius dan menjanjikan. Bila dijabarkan dengan baik, diarahkan adil, disertai transparansi, dan memperhatikan rakyat serta lingkungan, komitmen ini bisa menjadi wujud nyata dari nilai-nilai Khittah NU 1926 — bukan hanya sebagai simbol, tetapi sebagai langkah konkret kesejahteraan umat.

Namun, bila hanya berhenti pada angka dan janji, tanpa pelibatan masyarakat, tanpa penegakan regulasi, dan tanpa kepastian bahwa manfaatnya merata, komitmen tersebut bisa berlawanan dengan spirit khittah: yang bukan politik praktis untuk kekuasaan, tapi perjuangan kemasyarakatan yang membumi.

Leave a Reply