Makna Idul Fitri: Kembali ke Fitrah dan Memperkuat Ukhuwah

Mengupas esensi Idul Fitri sebagai momentum kembali ke fitrah, memperkuat ukhuwah Islamiyah, dan menjaga persaudaraan umat.

Cirebonrayajeh.com – Khutbah Idul Fitri 2025.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، تَفَضَّلَ عَلَى عِبَادِهِ بِمَوَاسِمِ الْخَيْرَاتِ، وَأَكْمَلَ لَهُمُ الدِّيْنَ، وَأَتَمَّ عَلَيْهِمُ النِّعْمَةَ، وَهَدَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ.

وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، بَلَّغَ الرِّسَالَةَ، وَأَدَّى الْأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الْأُمَّةَ، وَجَاهَدَ فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ، وَدَعَانَا إِلَى مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَقُدْوَتِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

Latin:

Alhamdu lillāhi ḥamdan kaṡīran ṭayyiban mubārakan fīhi, kamā yuḥibbu rabbunā wa yarḍā, naḥmaduhu wa nasta‘īnu-hu wa nastaghfiru-hu, wa na‘ụdzu billāhi min syurụri anfusinā wa min sayyi’āti a‘mālinā, man yahdihi-llāhu fa-lā muḍilla lahu, wa man yuḍlil fa-lā hādiya lahu. Asyhadu allā ilāha illallāhu waḥdahụ lā syarīka lahu, tafaḍḍala ‘alā ‘ibādihi bimawāsimil-khairāt, wa akmala lahumud-dīn, wa atamma ‘alaihimun-ni‘mah, wa hadā-hum ilā ṣirāṭim-mustaqīm. Wa asyhadu anna sayyidanā wa nabiyyinā Muḥammadan ‘abduhu wa rasụluhu, ballaghar-risālah, wa addal-amānah, wa naṣaḥal-ummah, wa jāhada fillāhi ḥaqqa jihādihi, wa da‘ānā ilā mā yuḥibbuhullāhu wa yarḍāh. Allāhumma ṣalli wa sallim wa bārik ‘alā sayyidinā wa ḥabībinā wa syafī‘inā wa qudwatinā Muḥammad, wa ‘alā ālihi wa aṣḥābihi wa man tabi‘ahum bi iḥsānin ilā yaumid-dīn, wa sallim taslīman kaṡīrā.

Artinya:

Segala puji bagi Allah, pujian yang banyak, baik, dan penuh keberkahan, sebagaimana yang Allah cintai dan ridai. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan memohon ampunan-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal perbuatan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dia telah memberikan karunia kepada hamba-hamba-Nya dengan musim-musim kebaikan, menyempurnakan agama mereka, menyempurnakan nikmat atas mereka, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus. Aku juga bersaksi bahwa Nabi kita, junjungan kita, Muhammad ﷺ adalah hamba dan utusan-Nya. Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, menasihati umat, dan berjuang di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Beliau telah mengajak kita kepada segala sesuatu yang dicintai dan diridai oleh Allah. Ya Allah, limpahkanlah shalawat, salam, dan keberkahan kepada junjungan kami, kekasih kami, pemberi syafaat kami, dan teladan kami, Nabi Muhammad ﷺ, serta kepada keluarga beliau, para sahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang istiqamah dalam kebaikan hingga hari kiamat.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd!

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah,

Hari ini kita berkumpul dalam suasana penuh kebahagiaan. Namun, kebahagiaan Idul Fitri bukan sekadar tentang takbir yang menggema, baju baru yang dikenakan, atau hidangan lezat yang tersaji di meja. Hari ini adalah momen besar, titik balik bagi setiap Muslim, untuk kembali kepada fitrah yang sejati.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
(QS. Ar-Rum: 30)

Ayat ini mengajarkan bahwa fitrah manusia adalah kesucian, keimanan, dan kebaikan. Ramadhan telah menjadi madrasah yang menempa kita untuk kembali pada fitrah ini. Tetapi pertanyaannya, apakah kita benar-benar kembali ke fitrah atau sekadar kembali ke kebiasaan lama setelah Ramadhan berlalu?

Rasulullah SAW juga bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, lalu mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim, no. 1164)

Hadits ini mengingatkan kita bahwa setelah Ramadhan, ada tanggung jawab besar untuk menjaga kesucian diri, melanjutkan amal ibadah, dan memperbaiki hubungan dengan Allah serta sesama manusia. Idul Fitri bukan akhir dari perjuangan, melainkan awal dari perjalanan baru untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Maka dari itu, mari kita renungkan:

  • Apakah hati kita sudah benar-benar bersih dari kebencian dan dendam?
  • Apakah setelah Ramadhan kita tetap menjaga ibadah dan akhlak?
  • Apakah kita sudah menjadikan Idul Fitri sebagai momentum untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah?

Dalam khutbah ini, kita akan menggali makna sejati Idul Fitri: bagaimana menjaga kebersihan hati, memperkuat ukhuwah, dan menghidupkan kembali peran kita sebagai Muslim yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan kemanusiaan.

Mari kita mulai dengan menghayati kembali pesan-pesan agung yang terkandung dalam Idul Fitri ini.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd!

Bagian 1: Makna Kembali ke Fitrah

Apakah Kita Benar-Benar Kembali ke Fitrah? Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia merayakan Idul Fitri dengan penuh kebahagiaan. Takbir menggema, keluarga berkumpul, dan meja makan dipenuhi hidangan khas Lebaran. Namun, pertanyaan besar yang sering terlewatkan adalah: Apakah kita benar-benar kembali ke fitrah?

Banyak orang mengira bahwa Idul Fitri sekadar momen untuk saling memaafkan dan menikmati kemenangan setelah satu bulan berpuasa. Padahal, makna sejati dari Idul Fitri jauh lebih dalam: ia adalah perjalanan spiritual untuk kembali ke kesucian jiwa, memperbaiki hubungan sosial, dan menata kembali kehidupan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Lantas, apa sebenarnya fitrah itu? Bagaimana cara kita benar-benar kembali ke fitrah, bukan sekadar merayakan hari raya?

Mari kita bahas lebih dalam.

1. Apa Itu Fitrah?

Apakah Kita Lahir dalam Keadaan Suci? Dalam Islam, konsep fitrah sangat penting karena mencerminkan kondisi alami manusia sebelum terpengaruh oleh lingkungan, nafsu, dan godaan dunia. Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari hadits ini, kita memahami bahwa fitrah manusia adalah kesucian, kebaikan, dan kecenderungan untuk menyembah Allah SWT. Namun, seiring bertambahnya usia, manusia sering kali menyimpang dari fitrah ini akibat godaan dunia, ego, dan nafsu.

Lalu, bagaimana cara kembali ke fitrah setelah satu bulan penuh menjalani ibadah Ramadhan?

2. Tiga Dimensi Kembali ke Fitrah

Kembali ke Fitrah Bukan Sekadar Bersih dari Dosa. Banyak orang mengira bahwa kembali ke fitrah hanya berarti diampuninya dosa-dosa setelah Ramadhan. Padahal, makna kembali ke fitrah jauh lebih luas. Fitrah mencakup tiga aspek utama: ruhaniyah (spiritual), sosial, dan ekonomi.

Dimensi Fitrah Makna Implementasi dalam Kehidupan
Fitrah Ruhiyah Kembali kepada kesucian hati dan kedekatan dengan Allah SWT. Menjaga shalat wajib dan sunnah, memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur’an.
Fitrah Sosial Kembali mempererat hubungan dengan sesama manusia. Meminta maaf, menjaga silaturahmi, menghindari ghibah dan fitnah.
Fitrah Ekonomi Kembali kepada keseimbangan dalam mengelola harta. Membayar zakat dan sedekah, menjauhi riba, dan membangun ekonomi berbasis keadilan.

Ketiga dimensi ini saling berkaitan. Tidak cukup hanya meningkatkan ibadah jika kita masih memutus silaturahmi atau tidak peduli terhadap ekonomi yang halal. Idul Fitri mengajarkan kita untuk menyelaraskan ketiganya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kekuatan dan Tantangan dalam Kembali ke Fitrah

Mengapa Sulit Menjaga Fitrah Setelah Idul Fitri? Setelah Ramadhan, banyak orang mengalami kesulitan mempertahankan kebiasaan baik yang telah dibangun selama sebulan penuh. Godaan dunia kembali menghampiri, dan kebiasaan lama perlahan muncul kembali.

Berikut adalah kekuatan dan tantangan utama dalam proses kembali ke fitrah:

Aspek Kekuatan (Keberhasilan dalam Ramadhan) Tantangan (Setelah Idul Fitri)
Keimanan Iman meningkat, hati lebih dekat dengan Allah. Godaan dunia kembali muncul setelah Ramadhan usai.
Kebiasaan Baik Terbiasa shalat malam, membaca Al-Qur’an, dan sedekah. Sulit menjaga konsistensi tanpa atmosfer Ramadhan.
Hubungan Sosial Silaturahmi terjalin, hati lebih lapang untuk memaafkan. Setelah Idul Fitri, konflik sosial bisa muncul kembali.
Ekonomi Zakat menyucikan harta, meningkatkan kepedulian sosial. Setelah lebaran, banyak orang tergoda kembali ke pola konsumtif.

Dari tabel ini, kita bisa melihat bahwa menjaga fitrah bukanlah perkara mudah. Tanpa komitmen dan usaha yang nyata, kita bisa kembali ke kebiasaan lama dan kehilangan esensi dari Idul Fitri.

4. Bagaimana Cara Mempertahankan Fitrah?

Jangan Biarkan Fitrah Hilang Setelah Idul Fitri. Kembali ke fitrah bukanlah sesuatu yang otomatis terjadi begitu saja. Kita harus berusaha untuk mempertahankan kebersihan hati, mempererat hubungan sosial, dan menjaga keseimbangan ekonomi. Berikut adalah beberapa langkah praktis untuk mempertahankan fitrah setelah Idul Fitri:

✅ Menjaga Hubungan dengan Allah:

Tetapkan target ibadah setelah Ramadhan, seperti membaca Al-Qur’an satu juz per minggu atau menjaga shalat malam meskipun hanya dua rakaat.

✅ Memperkuat Hubungan Sosial:

Jangan hanya meminta maaf saat Lebaran. Jadikan kebiasaan untuk meminta maaf dan memaafkan setiap saat.

✅ Menjaga Keberkahan Ekonomi:

Jangan kembali ke gaya hidup konsumtif setelah Lebaran. Pertimbangkan investasi atau donasi untuk keberlanjutan ekonomi umat.

Idul Fitri Bukan Sekadar Seremonial, Tapi Transformasi Hidup

Banyak orang merayakan Idul Fitri tanpa benar-benar memahami esensinya. Padahal, hakikat Idul Fitri adalah kembali ke fitrah yang suci: lebih dekat dengan Allah, lebih baik dalam berhubungan dengan sesama, dan lebih bertanggung jawab dalam kehidupan ekonomi.

Implementasi Fitrah dalam Kehidupan Sehari-hari

Idul Fitri bukan hanya momentum kebahagiaan, tetapi juga titik tolak untuk memperbaiki diri. Selama Ramadhan, kita telah melewati fase penyucian jiwa, menahan diri dari segala hawa nafsu, dan meningkatkan kedekatan kepada Allah. Namun, setelah Ramadhan berlalu, pertanyaan besarnya adalah:

  • ➡ Apakah kita benar-benar berubah?
  • ➡ Apakah kebiasaan baik yang kita bangun selama Ramadhan tetap terjaga?
  • ➡ Ataukah kita kembali ke kebiasaan lama?

Kembali ke fitrah berarti tetap memegang teguh nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Ada tiga aspek penting yang harus terus kita jaga agar fitrah yang telah kita capai tidak memudar:

  • Menjaga akhlak dan lisan
  • Memperkuat ibadah
  • Menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama

Mari kita bahas lebih rinci setiap poinnya!

1. Menjaga Akhlak dan Lisan

Salah satu dampak terbesar dari puasa Ramadhan adalah latihan mengendalikan diri, termasuk dalam berkata-kata. Di bulan suci, kita menahan diri dari berbicara yang sia-sia, berbohong, bergunjing, atau berkata kasar. Namun setelah Idul Fitri, banyak orang yang tanpa sadar kembali pada kebiasaan buruknya.

Padahal, Rasulullah SAW mengingatkan:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari & Muslim)

Jika kita ingin menjaga fitrah setelah Ramadhan, maka lisan adalah salah satu ujian terbesar kita.

Langkah-Langkah Menjaga Akhlak dan Lisan:

Akhlak yang Harus Dijaga Manfaat Godaan Setelah Ramadhan
Jujur dalam perkataan dan perbuatan Meningkatkan kepercayaan dan kredibilitas Kembali ke kebiasaan berdusta demi kepentingan pribadi
Menghindari ghibah dan fitnah Memelihara keharmonisan sosial Tekanan lingkungan untuk membicarakan keburukan orang lain
Berbicara dengan sopan dan santun Meningkatkan hubungan baik dengan sesama Terkadang emosi membuat kita lupa menjaga tutur kata
Tidak menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian Menjaga kedamaian dan kepercayaan dalam masyarakat Mudah terprovokasi oleh berita yang belum jelas kebenarannya

✅ Solusi: Biasakan berpikir sebelum berbicara. Jika sebuah ucapan tidak membawa manfaat, lebih baik diam.

2. Memperkuat Ibadah

Setelah Ramadhan, banyak orang merasa ‘bebas’ dari kewajiban beribadah dengan disiplin. Shalat malam mulai ditinggalkan, tilawah Al-Qur’an berkurang, dan semangat ibadah memudar. Inilah yang harus kita waspadai.

Ramadhan bukan tujuan akhir, melainkan titik awal perjalanan spiritual kita!

Allah SWT berfirman:

“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang pasti (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99)

Ini berarti ibadah bukan hanya untuk Ramadhan, tetapi sepanjang hidup kita.

Cara Mempertahankan Konsistensi Ibadah:

Ibadah Tips agar Tetap Konsisten Tantangan Setelah Ramadhan
Shalat lima waktu Jaga shalat di awal waktu dan tingkatkan kekhusyukan Kesibukan dunia sering membuat lalai
Shalat sunnah Biasakan shalat Dhuha dan Tahajud Rasa malas dan godaan tidur lebih lama
Puasa sunnah Lanjutkan dengan puasa Syawal, Senin-Kamis, dan Ayyamul Bidh Godaan pola makan yang kembali bebas
Tilawah Al-Qur’an Buat target harian membaca dan memahami Al-Qur’an Sibuk dengan media sosial dan hiburan lain

Sedekah dan zakat Biasakan berbagi, sekecil apapun Sering tergoda untuk bersikap konsumtif

✅ Solusi: Buat jadwal ibadah harian dan tetapkan target kecil tetapi konsisten. Jangan biarkan Ramadhan menjadi satu-satunya bulan kita beribadah dengan serius!

3. Menjadi Pribadi yang Bermanfaat

Salah satu ciri orang yang kembali ke fitrah adalah menjadi pribadi yang lebih peduli kepada sesama. Jika setelah Ramadhan kita hanya kembali fokus pada diri sendiri tanpa memperhatikan orang lain, maka kita belum benar-benar memahami makna fitrah.

Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)

Kita tidak bisa hidup sendiri. Islam mengajarkan keseimbangan antara hubungan dengan Allah (hablun minallah) dan hubungan dengan manusia (hablun minannas).

Cara Menjadi Pribadi yang Bermanfaat:

Bidang Cara Berkontribusi Manfaat yang Dihasilkan
Keluarga Menjadi suami/istri yang lebih penyayang, mendidik anak dengan penuh perhatian Keluarga lebih harmonis
Masyarakat Berkontribusi dalam kegiatan sosial, membantu yang membutuhkan Lingkungan lebih solid dan saling peduli
Ekonomi Menjalankan usaha yang memberi manfaat bagi banyak orang Menciptakan lapangan kerja dan ekonomi berkembang
Ilmu Berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada orang lain Ilmu lebih berkah dan menjadi ladang amal jariyah

✅ Solusi: Mulailah dari hal kecil. Berikan senyuman, bantu tetangga, atau ajarkan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain.

Kembali ke Fitrah, atau Kembali ke Kebiasaan Lama?

Sekarang, kita berada di persimpangan jalan.

➡ Apakah kita ingin mempertahankan kebiasaan baik yang kita bangun selama Ramadhan?
➡ Ataukah kita akan kembali ke kebiasaan lama setelah perayaan Idul Fitri berakhir?

Idul Fitri bukan hanya soal kemenangan sesaat, tetapi soal menjaga momentum perubahan. Jika kita benar-benar ingin mengimplementasikan fitrah dalam kehidupan sehari-hari, maka:

✅ Jaga akhlak dan lisan agar tetap bersih dari keburukan
✅ Perkuat ibadah agar tidak kembali lalai dalam ketaatan
✅ Jadilah pribadi yang bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa

Jangan biarkan kemenangan ini hanya bersifat sementara. Mari jadikan Idul Fitri sebagai awal dari kehidupan yang lebih baik, lebih bermakna, dan lebih berkah!

Penutup Khutbah Idul Fitri

Jamaah yang dirahmati Allah,

الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَكْمَلَ لَنَا الدِّينَ، وَأَتَمَّ عَلَيْنَا النِّعْمَةَ، وَجَعَلَنَا مِنْ عِبَادِهِ الصَّالِحِينَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

Latin:

Al-ḥamdu lillāhi alladhī akmala lanā ad-dīna, wa-atamma ‘alaynā an-ni‘mata, wa-ja‘alanā min ‘ibādihi aṣ-ṣāliḥīn, waṣ-ṣalātu wa-as-salāmu ‘alā sayyidinā Muḥammad, wa ‘alā ālihi wa-ṣaḥbihi ajma‘īn.

Artinya:

Segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan agama bagi kita, menyempurnakan nikmat-Nya atas kita, dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang saleh. Salawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad, beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.

Hari ini kita merayakan kemenangan. Tapi ingat, kemenangan sejati bukanlah sekadar merayakan, melainkan bagaimana kita mempertahankan nilai-nilai kebaikan yang telah kita bangun selama Ramadhan. Jangan sampai kita menjadi hamba musiman—taat hanya di bulan suci, lalu kembali lalai setelahnya.

Idul Fitri bukan akhir perjalanan, melainkan awal dari kehidupan yang lebih bersih, lebih berdaya, dan lebih bermakna. Kita telah ditempa oleh Ramadhan untuk menjadi pribadi yang lebih sabar, lebih peduli, dan lebih bertakwa. Kini, tugas kita adalah menjaga api perjuangan itu tetap menyala.

عِيدُ الفِطْرِ لَيْسَ نِهَايَةَ الرِّحْلَةِ، بَلْ هُوَ بَدَايَةٌ لِحَيَاةٍ أَكْثَرَ نَقَاءً، وَأَكْثَرَ قُوَّةً، وَأَكْثَرَ مَعْنًى. فَقَدْ صَقَلَنَا رَمَضَانُ لِنَكُونَ أَكْثَرَ صَبْرًا، وَأَكْثَرَ اِهْتِمَامًا، وَأَكْثَرَ تَقْوًى. وَالآنَ، وَاجِبُنَا هُوَ الحِفَاظُ عَلَى شُعْلَةِ هَذَا الجِهَادِ مُضِيئَةً.

Latin:

‘Īdu al-fiṭri laysa nihāyata ar-riḥlah, bal huwa badāyatun li-ḥayātin akthara naqā’an, wa akthara quwwatan, wa akthara ma‘nan. Faqad ṣaqalanā Ramaḍān li-nakūna akthara ṣabran, wa akthara ihtimāman, wa akthara taqwā. Wa al-āna, wājibunā huwa al-ḥifāẓu ‘alā shu‘lati hādhā al-jihād muḍī’atan.

Artinya:

Idul Fitri bukan akhir perjalanan, melainkan awal dari kehidupan yang lebih bersih, lebih kuat, dan lebih bermakna. Ramadan telah menempa kita untuk menjadi lebih sabar, lebih peduli, dan lebih bertakwa. Sekarang tugas kita adalah menjaga semangat perjuangan ini tetap menyala.

Mari kita rawat ukhuwah Islamiyah dengan tidak memperbesar perbedaan, tetapi menguatkan persatuan. Mari kita jaga ukhuwah wathaniyah dengan terus berkontribusi bagi negeri ini, karena Islam dan kebangsaan adalah dua sisi yang saling menguatkan. Dan mari kita tegakkan ukhuwah basyariyah dengan menjadi rahmat bagi semua manusia, sebagaimana Islam diturunkan sebagai رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (rahmat bagi seluruh alam). Sebagaimana Allah firmankan dalam Al-Qur’an:

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya: 107).

Jangan biarkan semangat Idul Fitri padam seiring berlalunya hari. Mari kita jaga fitrah ini, bukan hanya hari ini, tapi setiap hari.

Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillahil hamd!

Cirebon Raya Jeh Team
Cirebon Raya Jeh adalah website yang hadir untuk mendukung dan mengembangkan potensi UMKM di Nusantara. Fokus utama kami adalah memberikan informasi yang relevan dan bermanfaat bagi pelaku usaha kecil dan menengah, dengan tujuan membantu mereka meraih kesuksesan dalam bisnis. Melalui berbagai konten yang inspiratif dan edukatif, Cirebon Raya Jeh berkomitmen untuk menjadi mitra strategis UMKM Indonesia.