Cirebonrayajeh.com – Di tengah arus perubahan sosial-politik yang terus bergulir, Nahdlatul Ulama (NU) pernah mengambil satu langkah penting yang kini dikenal luas sebagai kembali ke Khittah 1926. Langkah ini ditegaskan melalui keputusan Muktamar ke-27 NU di Situbondo tahun 1984, yang menghasilkan dokumen resmi bernomor 02/MNU-27/1984. Naskah ini bukan hanya arsip muktamar, tetapi menjadi pijakan moral dan ideologis NU dalam menegaskan kembali peran utamanya sebagai jam’iyah diniyah—organisasi keagamaan—yang berdiri di atas prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah.
Melalui tulisan ini, kita akan mengulas isi dan semangat dari Khittah NU 1926 sebagaimana dimaknai ulang pada 1984. Kita juga akan melihat bagaimana Khittah ini menjadi kompas bagi NU dalam menghadapi tantangan zaman, tanpa kehilangan akar tradisi dan komitmen kebangsaannya. Sebuah refleksi yang tak lekang waktu, dan tetap relevan untuk dipahami hari ini.
Naskah Khittah Nahdlatul Ulama (NU) 1926 Keputusan Muktamar XXVII NU No. 02/MNU-27/1984
QS. Al-Mā’idah ayat 48 berbunyi:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Latin:
Wa anzalnā ilaikal-kitāba bil-ḥaqqi muṣaddiqal limā baina yadaihi minal-kitābi wa muhaiminan ‘alaihi faḥkum bainahum bimā anzalallāhu wa lā tattabi’ ahwāahum ‘ammā jāaka minal-ḥaqq, likullin ja’alnā mingkum syir’atan wa minhājā, wa law syāallāhu laja’alakum ummataw wāḥidatan walākin liyabluwakum fīmā ātākum fastabiqūl-khairāt, ilallāhi marji’ukum jamī’an fa-yunabbiukum bimā kuntum fīhi takhtalifūn.
Terjemahan (Kemenag RI):
“Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan sebagai penjaga terhadap kitab-kitab tersebut; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam kebaikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.”
(Selengkapnya penjelasan: Islam Moderat dalam Perspektif QS. Al-Mā’idah Ayat 48: Landasan Nahdlatul Ulama)
QS. Al-Mā’idah ayat 49 berbunyi:
وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۚ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَٱعۡلَمۡ أَنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعۡضِ ذُنُوبِهِمۡۗ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ ٤٩
Latin:
wa aniḫkum bainahum bimâ anzalallâhu wa lâ tattabi‘ ahwâ’ahum waḫdzar-hum ay yaftinûka ‘am ba‘dli mâ anzalallâhu ilaîk, fa in tawallau fa‘lam annamâ yurîdullâhu ay yushîbahum biba‘dli dzunûbihim, wa inna katsîram minan-nâsi lafâsiqûn
Artinya:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah terhadap mereka, agar mereka tidak memalingkanmu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki untuk menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
(Penjelasan selengkapnya: Mengapa NU Menjaga Moderasi Islam? Rahasia Besar dalam QS. Al-Māidah Ayat 49)
Mukaddimah
Nahdlatul Ulama didirikan atas kesadaran dan keinsyafan bahwa setiap manusia hanya bisa memenuhi kebutuhannya bila bersedia untuk hidup bermasyarakat, manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya terhadapnya. Persatuan, ikatan bathin, saling bantu-membantu dan kesatuan merupakan prasyarat dari tumbuhnya tali persaudaraan (al-ukhuwah) dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasysrakatan yang baik dan harmonis.
Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah diniyah adalah wadah bagi para ulama dan pengikut-pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. Dengan tujuan untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menganut salah satu madzhab empat, masing-masing Abu Hanifah An-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia. (Penjelasan selengkapnya: Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam NU: Prinsip, Mazhab, dan Implementasinya)
Nahdlatul Ulama dengan demikian merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlak mulia, tentram, adil dan sejahtera.
Nahdlatul Ulama mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiyar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama. Inilah yang kemudian disebut Khittah Nahdlatul Ulama.
Pengertian
- Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
- Landasan tersebut adalah faham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
- Khittah Nahdlatul Ulama juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa.
Dasar-dasar Faham Keagamaan NU
- Nahdlatul Ulama mendasarkan faham keagamaan kepada sumber ajaran agama Islam: Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas.
- Dalam memahami, manafsirkan Islam dari sumber-sumbernya di atas, Nahdlatul Ulama mengikuti faham Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menggunakan jalan pendekatan (al-madzhab): a) Di bidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti Ahlussunnah Wal Jama’ah yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Imam Manshur al-Maturidzi (Penjelasan selengkapnya: Mengenal Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah: Warisan Keilmuan Imam Asy’ari dan Maturidi); b) Di bidang fiqih, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (al-madzhab) salah satu dari madzhab Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal; dan c) Di bidang tasawuf, mengikuti antara lain Imam al-Junaidi al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali serta imam-imam yang lain.
- Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Faham keagamaan yang dianut oleh Nahdlatul Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang sudah ada dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia seperti suku mapun bangsa dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut.
Sikap Kemasyarakatan NU
Dasar-dasar pendirian keagamaan Nahdlatul Ulama tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada:
1. Sikap Tawassuth dan I’tidal
Sikap tengah yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim). (Penjelasan Selengkapnya: Tawassuth dan I’tidal: Kunci Moderasi dan Keadilan dalam Islam dan Masyarakat)
2. Sikap Tasamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan. (Penjelasan Selengkapnya: Tasawuh – Toleransi dan Menghargai Perbedaan)
3. Sikap Tawazun
Sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyertakan khidmah kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang. (Penjelasan Selengkapnya: Tawazun: Keseimbangan sebagai Pilar Harmoni Sosial dan Peran NU dalam Menjaganya)
4. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama; serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan. (Penjelasan Selengkapnya: Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Cara Bijak Mengajak Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran)
Perilaku Keagamaan dan Sikap Kemasyarakatan
Dasar-dasar keagamaan (angka 3) dan kemasyarakatan (angka 4) membentuk perilaku warga Nahdlatul Ulama, baik dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi yang:
- Menjunjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran Islam.
- Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi. (Penjelasan selengkapnya: Mendahulukan Kepentingan Bersama: Nilai Fundamental Warga Nahdlatul Ulama)
- Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berkhidmah serta berjuang. (Penjelasan selengkapnya: Keikhlasan, Khidmah, dan Perjuangan: Pilar Nahdlatul Ulama dalam Membangun Peradaban)
- Menjunjung tinggi persaudaraan (al-ukhuwah), persatuan (al-ittihad) serta kasih mengasihi.
- Meluhurkan kemuliaan moral (al-akhlaq al-karimah) dan menjunjung tinggi kejujuran (ash-shidqu) dalam berfikir, bersikap dan bertindak.
- Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada bangsa dan Negara. (Penjelasan selengkapnya: Spiritulitas dan Nasionalisme NU kepada Bangsa: Pilar Utama yang Menjaga Indonesia Tetap Kokoh!)
- Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
- Menjunjung tinggi ilmu-ilmu pengetahuan serta ahli-ahlinya.
- Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa kemaslahatan bagi manusia. (Penjelasan selengkapnya: Fleksibilitas dalam Perubahan: Kunci Kemaslahatan dalam Islam)
- Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong memacu dan mempercepat perkembangan masyarakatnya.
- Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Beberapa Ikhtiyar
Sejak berdirinya Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang utama kegiatan sebagai ikhtiyar mewujudkan cita-cita dan tujuan berdirinya, baik tujuan yang bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan. Ikhtiyar-ikhtiyar tersebut adalah:
- Peningkatan silaturahim/komunikasi/relasi-relasi antar ulama (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: mengadakan perhoeboengan diantara oelama-oelama jang bermadzhab).
- Peningkatan kegiatan di bidang keilmuan/pengkajian/pendidikan. (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: Memeriksa kitab-kitab sebeloemnya dipakai oentoek mengadjar, soepadja diketahoei apakah itoe daripada kitab-kitab assoennah wal djama’ah ataoe kirab-kitab ahli bid’ah; memperbanjak madrasah-madrasah jang berdasar agama Islam).
- Peningkatan penyiaran Islam, membangun sarana-sarana peribadatan dan pelayanan social. (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: Menjiarkan agama Islam dengan djalan apa sadja jang halal; memperhatikan hal-hal jang berhoeboengan dengan masdjid-masdjid, soeraoe-soeraoe dan pondok-pondok, begitoe djoega dengan hal ikhwalnya anak-anak jatim dan orang fakir miskin).
- Peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan yang terarah. (Dalam Statoeten Nahdlatoel Oelama 1926 disebutkan: Mendirikan badan-badan oentoek memajoekan oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan jang tiada dilarang oleh sjara’ agama Islam).
Kegiatan-kegiatan yang dipilih oleh Nahdlatul Ulama pada awal berdiri dan khidmahnya menunjukkan pandangan dasar yang peka terhadap pentingnya terus-menerus membangun hubungan dan komunikasi antar para ulama sebagai pemimpin masyarakat; serta adanya keprihatinan atas nasib manusia yang terjerat oleh keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan.
Sejak semula Nahdlatul Ulama melihat masalah ini sebagai bidang garapan yang harus dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan nyata.
Pilihan akan ikhtiyar yang dilakukan mendasari kegiatan Nahdlatul Ulama dari masa ke masa dengan tujuan untuk melakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan masyarakat, terutama dengan mendorong swadaya masyarakat sendiri.
Nahdlatul Ulama sejak semula meyakini bahwa persatuan dan kesatuan para ulama dan pengikutnya, masalah pendidikan, dakwah Islamiyah, kegiatan sosial serta perekonomian adalah masalah yang tidak bisa dipisahkan untuk mengubah masyarakat yang terbelakang, bodoh dan miskin menjadi masyarakat yang maju, sejahtera dan berakhlak mulia.
Pilihan kegiatan Nahdlatul Ulama tersebut sekaligus menumbuhkan sikap partisipatif kepada setiap usaha yang bertujuan membawa masyarakat kepada kehidupan yang maslahat. Sehingga setiap kegiatan Nahdlatul Ulama untuk kemaslahatan manusia dipandang sebagai perwujudan amal ibadah yang didasarkan pada faham keagamaan yang dianutnya.
Fungsi Organisasi dan Kepemimpinan Ulama
Dalam rangka kemaslahatan ikhtiyarnya, Nahdlatul Ulama membentuk organisasi yang mempunyai struktur tertentu dengan fungsi sebagai alat untuk melakukan koordinasi bagi terciptanya tujuan yang telah ditentukan, baik itu bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan.
Karena pada dasarnya Nahdlatul Ulama adalah Jam’iyyah Diniyah yang membawa faham keagamaan, maka Ulama sebagai mata rantai pembawa faham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah, selalu ditempatkan sebagai pengelola, pengendali, pengawas dan pembimbing utama jalannya organisasi. Sedang untuk melaksanakan kegiatannya, Nahdlatul Ulama menempatkan tenaga-tenaga yang sesuai dengan bidangnya guna menanganinya.
NU dan Kehidupan Bernegara
Sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseluruhan bangsa Indonesia, Nahdlatul Ulama senantiasa menyatukan diri dengan perjuangan Nasional Bangsa Indonesia. Nahdlatul Ulama secara sadar mengambil posisi aktif dalam proses perjuangan mencapai dan memperjuangkan kemerdekaan, serta ikut aktif dalam penyusunan UUD 1945.
Keberadaan Nahdlatul Ulama yang senantiasa menyatukan diri dengan perjuangan bangsa, menempatkan Nahdlatul Ulama dan segenap warganya selalu aktif mengambil bagian dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah SWT. Oleh karenanya, setiap warga Nahdlatul Ulama harus menjadi warga Negara yang senantiasa menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945. (Penjelasan Selengkapnya: Nahdlatul Ulama dan Perjuangan Bangsa: Sejarah, Prinsip, dan Peran Strategis)
Sebagai organisasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh prinsip persaudaraan (ukhuwwah), toleransi (at-tasamuh), kebersamaan dan hidup berdampingan baik dengan sesama warga Negara yang mempunyai keyakinan/agama lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan Nahdlatul Ulama berusaha secara sadar untuk menciptakan warga Negara yang menyadari akan hak dan kewajibannya terhadap bangsa dan Negara.
Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan manapun juga. Setiap warga Nahdlatul Ulama adalah warga Negara yang mempunyai hak-hak politik yang dilindungi oleh undang-undang.
Di dalam hal warga Nahdlatul Ulama menggunakan hak-hak politiknya harus melakukan secara bertanggung jawab, sehingga dengan demikian dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demo-kratis, konstitusional, taat hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah, dan mufakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.
Khatimah
Khittah Nahdlatul Ulama merupakan landasan dan patokan dasar yang perwujudannya dengan izin Allah SWT, terutama tergantung kepada semangat pemimpin warga Nahdlatul Ulama. Jam’iyyah Nahdlatul Ulama hanya akan memperoleh dan mencapai cita-cita jika pemimpin dan warganya benar-benar meresapi dan mengenalkan Khittah Nahdlatul Ulama ini.
Ihdinashiraathal Mustaqim Hasbunallah Wani’mal Wakil, Ni’mal Maulaa Wani’man Nashir
Khittah NU 1926 bukan sekadar kilas balik sejarah, melainkan cermin komitmen NU dalam menjaga otentisitas perjuangannya. Melalui keputusan Muktamar XXVII tahun 1984, NU menegaskan kembali posisinya sebagai kekuatan moral dan kultural yang hadir untuk membimbing umat, bukan berebut kekuasaan. Di tengah dinamika zaman yang terus berubah, Khittah ini mengingatkan kita bahwa arah perjuangan harus tetap berpijak pada nilai-nilai keagamaan yang moderat, kebangsaan yang inklusif, dan kepedulian sosial yang nyata.
Sebagai warga NU, pemerhati keislaman, atau siapa pun yang peduli pada peran agama dalam kehidupan berbangsa, memahami dan meresapi kembali semangat Khittah 1926 adalah bagian dari upaya merawat warisan sekaligus merancang masa depan. Karena di sanalah kita diajak untuk terus kembali—bukan untuk mundur, tetapi untuk melangkah lebih teguh dan jernih.
Leave a Reply
View Comments