Mendahulukan Kepentingan Bersama: Nilai Fundamental Warga Nahdlatul Ulama

Menelusuri makna kebersamaan dalam ajaran NU dan bagaimana prinsip ini menjadi kunci harmoni sosial di era modern.

Cirebonrayajeh.com – Dalam kehidupan bermasyarakat, sering kali kita dihadapkan pada dilema antara mendahulukan kepentingan pribadi atau kepentingan bersama. Sebagai warga Nahdlatul Ulama (NU), prinsip kebersamaan dan kepedulian sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari nilai-nilai keagamaan dan sikap kemasyarakatan. NU, sejak didirikan oleh para ulama besar seperti Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, menanamkan semangat ukhuwah (persaudaraan) dalam tiga dimensi: ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa dan setanah air), serta ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama manusia).

Mendahulukan kepentingan bersama bukan hanya ajaran sosial, tetapi juga bagian dari ajaran Islam yang fundamental. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma’idah: 2)

Ayat ini menegaskan bahwa dalam kehidupan sosial, kepentingan bersama yang berlandaskan kebajikan dan takwa harus menjadi prioritas utama. Ketika individu dalam suatu masyarakat lebih mementingkan kepentingan pribadinya tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi orang lain, maka akan muncul ketimpangan sosial, konflik, bahkan kehancuran tatanan masyarakat.

Relevansi dalam Kehidupan Sehari-hari

Prinsip mendahulukan kepentingan bersama ini bisa kita lihat dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam kegiatan gotong royong, seseorang rela meluangkan waktu dan tenaga untuk kepentingan bersama, meskipun tidak mendapatkan keuntungan langsung. Dalam lingkungan kerja, seorang pemimpin yang mengutamakan kesejahteraan timnya akan lebih dihormati dibandingkan mereka yang hanya mencari keuntungan pribadi.

Dalam konteks organisasi, NU sendiri telah menunjukkan bagaimana kepentingan umat selalu menjadi prioritas. Ketika bangsa Indonesia sedang berjuang untuk kemerdekaan, NU tidak ragu mengeluarkan Resolusi Jihad pada tahun 1945 yang mendorong masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan dengan segala daya dan upaya. Keputusan ini bukanlah untuk kepentingan kelompok tertentu, melainkan demi keutuhan bangsa.

Mengapa Prinsip Ini Tetap Relevan?

Dalam era modern yang semakin individualistis, prinsip mendahulukan kepentingan bersama menjadi semakin penting untuk dipertahankan. Teknologi digital, meskipun memberi banyak manfaat, juga membawa tantangan berupa meningkatnya sifat egoisme dan kurangnya interaksi sosial. Banyak orang lebih fokus pada kepentingan pribadi, bahkan dalam ruang digital, seperti media sosial, di mana sering kali kepentingan kelompok atau masyarakat dikorbankan demi keuntungan pribadi atau kepentingan sesaat.

Namun, NU telah membuktikan bahwa nilai kebersamaan bisa tetap dipertahankan bahkan dalam era modern. Berbagai inisiatif seperti pendidikan berbasis pesantren, lembaga zakat dan sosial, hingga keterlibatan dalam kebijakan nasional menunjukkan bahwa NU selalu berusaha menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umat secara keseluruhan.

Mendahulukan kepentingan bersama bukan sekadar nilai moral, tetapi juga prinsip fundamental dalam ajaran Islam dan tradisi NU. Dalam kehidupan bermasyarakat, sikap ini akan menciptakan harmoni, keadilan, dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Sebagai warga NU, memahami dan mengamalkan prinsip ini adalah bagian dari tanggung jawab kita, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam berorganisasi. Jika nilai ini tetap dijaga, maka NU akan terus menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat yang adil, harmonis, dan beradab.

Landasan Keagamaan: Islam dan Kebersamaan dalam Berjamaah

Dalam ajaran Islam, kebersamaan bukan sekadar anjuran sosial, melainkan prinsip fundamental yang harus diwujudkan dalam kehidupan umat. Islam menekankan pentingnya hidup dalam kebersamaan, menjalin persaudaraan, serta mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia menjadikan prinsip ini sebagai bagian dari ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) yang membentuk pola pikir dan sikap masyarakat NU dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang Kebersamaan

Al-Qur’an mengajarkan umat Islam untuk bersatu dan menghindari perpecahan, sebagaimana dalam firman Allah:

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” (QS. Ali Imran: 103).

Ayat ini mengajarkan bahwa persatuan adalah sebuah keharusan dan perpecahan harus dihindari. Prinsip ini juga dipertegas oleh hadis Nabi ﷺ:

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dengan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Muslim).

Hadis ini menunjukkan bahwa umat Islam harus saling peduli dan memiliki rasa kebersamaan yang kuat, sebagaimana tubuh yang saling terhubung dan merasakan penderitaan bagian lainnya.

Konsep Ukhuwah dalam Tradisi NU

Sebagai organisasi yang berpegang teguh pada prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), Nahdlatul Ulama (NU) memahami bahwa kebersamaan dalam Islam bukan hanya sekadar anjuran, tetapi merupakan fondasi utama dalam membangun kehidupan yang harmonis. Konsep ukhuwah atau persaudaraan menjadi salah satu pilar utama dalam ajaran NU, yang mencerminkan nilai kebersamaan, solidaritas, dan kepedulian terhadap sesama.

Di tengah kompleksitas kehidupan modern, ukhuwah menjadi semakin penting untuk menjaga stabilitas sosial, menghindari konflik, serta memperkuat kohesi antara individu, kelompok, dan bangsa. NU mengembangkan konsep ukhuwah dalam tiga dimensi utama: ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan).

Namun, dalam praktiknya, setiap dimensi ukhuwah ini menghadapi berbagai tantangan. Berbagai perbedaan pemahaman agama, gesekan sosial-politik, serta meningkatnya individualisme di era digital menjadi tantangan tersendiri bagi NU dalam menjaga persaudaraan ini tetap kuat. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam, solusi konkret, serta contoh penerapan yang bisa menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pengabdian kepada bangsa.

Berikut adalah analisis mendalam mengenai masing-masing konsep ukhuwah, tantangan yang dihadapi, serta solusi dan implementasinya dalam kehidupan nyata.

1. Ukhuwah Islamiyah (Persaudaraan Sesama Muslim)

Islam mengajarkan bahwa seluruh umat Muslim adalah satu kesatuan yang harus saling mendukung dan menjaga persaudaraan. NU berpegang pada prinsip bahwa Islam bukan hanya tentang ibadah individual, tetapi juga tentang membangun hubungan yang harmonis di antara sesama Muslim. Namun, dalam realitasnya, ukhuwah Islamiyah sering menghadapi berbagai tantangan yang mengancam persatuan umat.

Permasalahan:

  • Munculnya perpecahan di antara umat Islam akibat perbedaan pandangan fiqih, mazhab, maupun afiliasi organisasi.
  • Adanya kelompok yang mengklaim kebenaran absolut dan menyesatkan kelompok lain.
  • Kurangnya pemahaman akan perbedaan sebagai rahmat dalam Islam.

Solusi:

  • Mengedepankan sikap tasamuh (toleransi) dalam menyikapi perbedaan pendapat.
  • Mengajarkan fiqih lintas mazhab agar umat memahami berbagai perspektif dalam Islam.
  • Menguatkan dakwah yang menyejukkan dan mencegah ujaran kebencian di media sosial.

Contoh Penerapan:

  • NU aktif dalam berbagai forum dialog lintas organisasi Islam untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah.
  • Pesantren NU mengajarkan kitab kuning yang mencakup berbagai pandangan fiqih untuk membentuk sikap inklusif pada santri.
  • Dalam kehidupan sehari-hari, warga NU diajarkan untuk tetap menghormati Muslim dari kelompok lain meskipun memiliki perbedaan cara beribadah atau pandangan keagamaan.

2. Ukhuwah Wathaniyah (Persaudaraan Kebangsaan)

Sebagai organisasi Islam yang lahir di Indonesia, NU memegang teguh prinsip bahwa mencintai tanah air adalah bagian dari iman. Persaudaraan kebangsaan bukan hanya sebatas identitas nasional, tetapi juga merupakan bagian dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga persatuan dalam keberagaman. Namun, ukhuwah wathaniyah sering menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam konteks sosial dan politik.

Permasalahan:

  • Munculnya konflik berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang mengancam persatuan bangsa.
  • Radikalisme dan intoleransi yang berpotensi memecah belah Indonesia.
  • Kurangnya kesadaran akan pentingnya Pancasila dan kebhinekaan dalam kehidupan bernegara.

Solusi:

  • Memperkuat pendidikan kebangsaan dalam kurikulum pesantren dan madrasah NU.
  • Mendorong peran ulama dalam meredakan ketegangan sosial dan konflik horizontal.
  • Menyebarluaskan nilai hubbul wathan minal iman (cinta tanah air bagian dari iman) melalui berbagai media.

Contoh Penerapan:

  • NU aktif dalam berbagai inisiatif perdamaian di daerah yang rawan konflik, seperti di Poso dan Papua.
  • Warga NU sering terlibat dalam aksi sosial lintas agama, seperti saat bencana alam, dengan membantu siapa saja tanpa melihat latar belakangnya.
  • Fatwa Resolusi Jihad oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 1945 menjadi bukti nyata bahwa NU mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok.

3. Ukhuwah Basyariyah (Persaudaraan Kemanusiaan)

Islam tidak hanya mengajarkan persaudaraan sesama Muslim dan sebangsa, tetapi juga menanamkan nilai kemanusiaan universal. NU memandang bahwa ukhuwah basyariyah sangat penting dalam membangun harmoni dengan seluruh manusia tanpa melihat latar belakang agama, suku, atau kebangsaan. Namun, konsep ini juga menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya.

Permasalahan:

  • Pandangan eksklusif yang menganggap Islam hanya untuk umat Muslim dan kurangnya kepedulian terhadap non-Muslim.
  • Maraknya ketidakadilan sosial yang menyebabkan kesenjangan antara kelompok masyarakat.
  • Kurangnya kesadaran akan tanggung jawab sosial di tengah globalisasi.

Solusi:

  • Mengajarkan nilai kemanusiaan universal dalam dakwah dan pendidikan Islam.
  • Meningkatkan keterlibatan NU dalam aksi kemanusiaan global.
  • Mengedepankan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) dalam interaksi sosial.

Contoh Penerapan:

  • NU memiliki berbagai lembaga sosial seperti LazisNU yang membantu masyarakat miskin tanpa memandang latar belakang agama.
  • NU terlibat dalam misi kemanusiaan global, seperti pengiriman bantuan untuk pengungsi Rohingya dan korban perang di Palestina.
  • Dalam kehidupan sehari-hari, warga NU diajarkan untuk menghormati dan bekerja sama dengan tetangga dari berbagai agama serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Konsep ukhuwah dalam tradisi NU bukan sekadar teori, tetapi merupakan prinsip yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungan sesama Muslim, kehidupan berbangsa dan bernegara, maupun dalam interaksi dengan seluruh umat manusia.

Melalui pendekatan tasamuh (toleransi), tawassuth (moderat), dan tawazun (keseimbangan), NU terus menjaga dan memperkuat ukhuwah di berbagai level kehidupan. Dengan memahami permasalahan yang ada dan mencari solusi yang tepat, NU dapat terus menjadi garda terdepan dalam menjaga persatuan dan menciptakan kehidupan yang lebih harmonis di Indonesia dan dunia.

Peran Ulama dalam Menanamkan Nilai Kebersamaan

Ulama memiliki peran sentral dalam membimbing umat Islam, tidak hanya dalam aspek ibadah tetapi juga dalam kehidupan sosial. Dalam tradisi Nahdlatul Ulama (NU), ulama tidak hanya berfungsi sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai pendidik, mediator, dan penjaga harmoni di tengah masyarakat. Nilai kebersamaan yang diajarkan Islam harus ditanamkan secara sistematis agar dapat membentuk masyarakat yang rukun dan saling mendukung.

Peran ulama dalam menanamkan nilai kebersamaan dapat dikategorikan dalam beberapa aspek berikut:

1. Ulama sebagai Pendakwah: Mengajarkan Moderasi dalam Beragama

Salah satu cara utama ulama menanamkan kebersamaan adalah melalui dakwah yang menekankan moderasi (wasathiyah). Islam mengajarkan keseimbangan dalam menjalankan ajarannya, dan ulama NU selalu menekankan pentingnya toleransi dalam kehidupan beragama.

Permasalahan:

  • Maraknya paham ekstrem, baik yang terlalu keras (tatharruf) maupun yang terlalu longgar (ifrath).
  • Perpecahan akibat perbedaan pandangan fiqih dan mazhab.
  • Pengaruh media sosial yang sering kali memperkeruh pemahaman keagamaan masyarakat.

Solusi:

  • Ulama harus aktif dalam menyampaikan pesan Islam yang damai dan menyejukkan di berbagai platform.
  • Menyelenggarakan majelis taklim yang mengajarkan tasamuh (toleransi) dan ukhuwah (persaudaraan).
  • Menyebarluaskan pemahaman fiqih lintas mazhab agar masyarakat lebih terbuka terhadap perbedaan.

Contoh Nyata:

  • KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) sering menggunakan dakwah dengan bahasa yang lembut dan penuh hikmah, baik di pengajian maupun di media sosial.
  • KH. Maimoen Zubair (Mbah Moen) dikenal sebagai ulama yang sering mengajarkan fiqih lintas mazhab untuk menanamkan sikap saling menghargai perbedaan.
  • Gus Baha’ menanamkan pentingnya memahami ilmu agama secara mendalam agar tidak mudah terprovokasi oleh ajaran yang mengarah pada perpecahan.

2. Ulama sebagai Mediator: Menjaga Harmoni Sosial dan Meredakan Konflik

Dalam masyarakat yang majemuk, perbedaan pendapat sering kali memicu ketegangan sosial. Ulama NU berperan sebagai mediator yang menjembatani berbagai kelompok agar tetap menjaga persatuan.

Permasalahan:

  • Munculnya konflik antar-kelompok Islam maupun antar-elemen masyarakat yang berbeda pandangan.
  • Ketegangan sosial akibat isu politik dan kepentingan kelompok tertentu.
  • Kurangnya pemimpin yang mampu menjadi penengah dalam situasi konflik.

Solusi:

  • Ulama harus berperan aktif dalam menyelesaikan konflik dengan pendekatan yang bijaksana.
  • Menyelenggarakan dialog lintas kelompok dan organisasi untuk membangun komunikasi yang lebih baik.
  • Mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan perbedaan.

Contoh Nyata:

  • KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi mediator dalam berbagai konflik sosial, termasuk dalam menjaga hubungan harmonis antara Islam dan kelompok minoritas di Indonesia.
  • KH. Yahya Cholil Staquf aktif dalam forum internasional yang mempromosikan perdamaian dan dialog antaragama.
  • NU sebagai organisasi sering menginisiasi dialog antara umat Islam dengan pemeluk agama lain, seperti yang dilakukan dalam forum-forum lintas agama di Pesantren Tebuireng.

3. Ulama sebagai Pendidik: Mencetak Generasi yang Menjunjung Nilai Kebersamaan

Pendidikan merupakan salah satu cara paling efektif untuk menanamkan nilai kebersamaan sejak dini. Ulama NU banyak mendirikan pesantren sebagai pusat pembelajaran Islam yang mengajarkan moderasi dan persaudaraan.

Permasalahan:

  • Kurangnya pemahaman generasi muda tentang pentingnya ukhuwah dalam Islam.
  • Meningkatnya pengaruh radikalisme di kalangan pemuda akibat kurangnya pendidikan agama yang benar.
  • Minimnya materi pendidikan yang membahas toleransi dan persatuan dalam Islam.

Solusi:

  • Memperkuat kurikulum pesantren dengan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah, wathaniyah, dan basyariyah.
  • Melibatkan santri dalam kegiatan sosial dan interaksi dengan masyarakat luas.
  • Memanfaatkan teknologi digital untuk menyebarkan pendidikan Islam yang damai dan moderat.

Contoh Nyata:

  • Pondok Pesantren Lirboyo mengajarkan kitab-kitab klasik yang menanamkan nilai toleransi dan kebersamaan dalam bermasyarakat.
  • Pesantren Tebuireng menanamkan nilai kebangsaan kepada santrinya melalui pendidikan sejarah dan kontribusi Islam dalam menjaga persatuan bangsa.
  • Program Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) melatih para kader NU agar memahami pentingnya menjaga persatuan dan menghindari ekstremisme.

4. Ulama sebagai Pemimpin Sosial: Menggerakkan Umat dalam Aksi Nyata

Selain berdakwah dan mendidik, ulama NU juga berperan dalam aksi sosial yang nyata di masyarakat. Nilai kebersamaan bukan hanya diajarkan, tetapi juga dipraktikkan melalui berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Permasalahan:

  • Masih banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial dan ekonomi.
  • Ketimpangan sosial yang menyebabkan kecemburuan antara kelompok yang lebih mampu dan yang kurang mampu.
  • Kurangnya gerakan bersama dalam membantu masyarakat yang tertimpa bencana atau kesulitan.

Solusi:

  • Menggerakkan umat Islam untuk aktif dalam kegiatan sosial, seperti membantu fakir miskin, korban bencana, dan masyarakat yang tertindas.
  • Mendirikan lembaga sosial berbasis keislaman yang bisa menyalurkan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
  • Mendorong semangat gotong royong dan kepedulian sosial sebagai bagian dari ajaran Islam.

Contoh Nyata:

  • LazisNU (Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah NU) mengelola dana zakat dan infak untuk membantu kaum dhuafa, anak yatim, dan korban bencana.
  • NU Peduli mengirimkan bantuan ke berbagai daerah yang terkena bencana, seperti saat gempa di Lombok dan tsunami di Palu.
  • KH. Marzuki Mustamar dan ulama lainnya aktif menggerakkan masyarakat untuk turun tangan membantu korban bencana tanpa membedakan latar belakang mereka.

Peran ulama dalam menanamkan nilai kebersamaan tidak hanya sebatas mengajarkan ajaran Islam, tetapi juga mencakup peran sebagai mediator, pendidik, dan pemimpin sosial. Melalui dakwah yang moderat, keterlibatan dalam penyelesaian konflik, pendidikan yang inklusif, dan aksi sosial nyata, ulama NU terus berupaya menjaga persatuan di tengah masyarakat yang semakin beragam dan kompleks.

Dengan memaksimalkan peran ulama dalam berbagai aspek ini, nilai kebersamaan tidak hanya menjadi teori, tetapi benar-benar bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di tingkat individu, komunitas, maupun dalam skala nasional.

Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi bukan hanya ajaran sosial, tetapi juga prinsip keagamaan yang memiliki dasar kuat dalam Islam. NU telah membuktikan bahwa konsep ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah adalah solusi bagi berbagai tantangan umat dan bangsa.

Dalam kehidupan sehari-hari, warga NU diharapkan terus menjaga nilai kebersamaan ini dengan menjalin hubungan baik dengan sesama Muslim, mencintai dan membela negara, serta aktif dalam aksi kemanusiaan global. Dengan begitu, NU akan terus menjadi garda terdepan dalam menjaga Islam yang damai, moderat, dan membawa manfaat bagi seluruh umat manusia.

Manifestasi dalam Kehidupan Perorangan

Dalam kehidupan sehari-hari, sikap mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi bukan hanya menjadi nilai ideal, tetapi juga sebuah praktik nyata yang mencerminkan kedalaman spiritual dan etika sosial seorang Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama (NU). Sikap ini tidak hanya memperkuat hubungan sosial, tetapi juga menjadi landasan utama dalam membangun masyarakat yang harmonis dan berkeadaban.

1. Gotong Royong sebagai Cerminan Kebersamaan

Salah satu bentuk nyata dari sikap ini adalah gotong royong. Budaya gotong royong dalam masyarakat NU bukan sekadar tradisi turun-temurun, tetapi juga memiliki dasar teologis dalam Islam. Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruquthni)

Hadis ini menegaskan bahwa nilai kebermanfaatan sosial lebih utama daripada kepentingan pribadi.

Contoh nyata di masyarakat NU:

  • Kerja bakti membangun masjid dan pesantren → Di banyak desa yang mayoritas warganya NU, pembangunan masjid, mushola, atau pesantren sering dilakukan dengan gotong royong. Setiap warga memberikan sumbangan tenaga, bahan bangunan, atau dana sesuai kemampuan.
  • Takziah dan tahlilan bersama → Ketika ada warga yang meninggal, masyarakat NU kompak membantu keluarga yang ditinggalkan, baik dengan menyelenggarakan tahlilan, membantu secara finansial, atau meringankan beban keluarga almarhum.
  • Sumbangan sosial bagi warga yang membutuhkan → Dalam situasi darurat seperti bencana alam, warga NU sering bergerak cepat menggalang bantuan tanpa menunggu perintah.

Sayangnya, di era modern, semangat gotong royong mulai tergerus oleh gaya hidup individualistik. Banyak orang lebih sibuk dengan urusan pribadi dan mengabaikan kepentingan sosial. Oleh karena itu, warga NU perlu terus menjaga tradisi gotong royong sebagai bentuk nyata dari nilai kebersamaan yang diajarkan Islam.

2. Sikap Tawadhu’ dan Rendah Hati dalam Pergaulan

Mendahulukan kepentingan bersama juga tercermin dalam sikap tawadhu’ (rendah hati) dan tasamuh (toleransi) dalam kehidupan sosial. Sikap ini mencegah seseorang untuk merasa lebih unggul dibanding orang lain, sehingga ia lebih mengutamakan keharmonisan daripada kepentingan pribadi.

Contoh nyata di masyarakat NU:

  • Seorang kiai yang tetap sederhana meski memiliki banyak santri → Banyak kiai NU yang tetap hidup sederhana meskipun mereka memiliki banyak santri dan dihormati masyarakat. Mereka tidak sombong, tetap berbaur dengan warga biasa, bahkan tidak segan turun ke sawah atau ke pasar untuk berinteraksi langsung dengan umat.
  • Musyawarah dalam keputusan keluarga dan masyarakat → Dalam keluarga NU, keputusan besar sering diambil melalui musyawarah, bukan berdasarkan kehendak satu orang. Misalnya, dalam pembagian warisan, banyak keluarga NU lebih memilih untuk membicarakan bersama agar semua pihak merasa adil dan tidak ada yang merasa dirugikan.
  • Menghormati perbedaan dalam kehidupan beragama → Warga NU dikenal toleran terhadap perbedaan, baik di internal umat Islam maupun dengan pemeluk agama lain. Misalnya, dalam peringatan hari besar keagamaan, masyarakat NU sering berpartisipasi dalam menjaga ketertiban dan keamanan acara keagamaan lain sebagai bentuk solidaritas sosial.

Namun, tantangan terbesar saat ini adalah munculnya budaya egoisme di media sosial, di mana banyak orang lebih fokus pada pencitraan diri dan kepentingan pribadi dibanding membangun kebersamaan. Oleh karena itu, warga NU harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensi sikap tawadhu’ dan kebersamaan.

3. Menghindari Sikap Egoisme dan Individualisme Berlebihan

Salah satu penghalang utama dalam mendahulukan kepentingan bersama adalah egoisme. Sikap ini tidak hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan keseimbangan antara hak individu dan hak masyarakat.

Dalam konteks ini, warga NU diajarkan untuk selalu berpikir dalam kerangka maslahat umum (mashlahah ‘ammah).

Contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari:

  • Pedagang pasar yang tidak menaikkan harga secara berlebihan → Dalam prinsip ekonomi NU, keuntungan yang wajar lebih diutamakan daripada mengambil keuntungan besar dengan merugikan masyarakat. Banyak pedagang NU yang tetap berjualan dengan harga normal saat terjadi kelangkaan barang, meskipun mereka bisa saja mengambil kesempatan untuk menaikkan harga demi keuntungan pribadi.
  • Tidak menyebarkan berita hoaks yang memecah belah → Di era digital, banyak orang tergoda untuk menyebarkan berita tanpa verifikasi hanya demi popularitas. Namun, warga NU yang memahami pentingnya menjaga persatuan akan memilih untuk menyaring informasi sebelum membagikannya agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
  • Memberi kesempatan bagi orang lain dalam pekerjaan atau kepemimpinan → Dalam banyak komunitas NU, seseorang yang sudah cukup lama menduduki suatu jabatan seringkali dengan sukarela memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk menggantikannya. Ini menunjukkan bahwa kepentingan organisasi lebih diutamakan daripada ambisi pribadi untuk mempertahankan kekuasaan.

Kesadaran akan pentingnya mendahulukan kepentingan bersama juga tercermin dalam sikap keterbukaan warga NU terhadap perbedaan. Dalam berbagai forum keagamaan maupun sosial, warga NU terbiasa untuk bermusyawarah dan mencari solusi terbaik bagi semua pihak. Ini menunjukkan bahwa nilai kebersamaan bukan hanya sekadar teori, tetapi benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata.

Tindakan nyata yang bisa dilakukan untuk menjaga nilai ini:

  • Aktif dalam kegiatan sosial di lingkungan sekitar → Seperti ikut serta dalam kerja bakti, kegiatan keagamaan, atau mendukung gerakan ekonomi berbasis kebersamaan.
  • Menjadi teladan dalam sikap rendah hati → Tidak merasa lebih unggul dari orang lain, bersedia mendengarkan pendapat, dan berperilaku adil dalam pergaulan.
  • Menggunakan teknologi untuk hal yang bermanfaat bagi masyarakat → Seperti menyebarkan informasi yang edukatif, menghindari berita hoaks, dan memperkuat persaudaraan melalui media digital.

Di era modern yang semakin individualistik, tantangan dalam menjaga nilai ini semakin besar. Oleh karena itu, warga NU harus terus menjaga tradisi kebersamaan yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu, agar Islam tetap menjadi rahmatan lil ‘alamin yang membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia.

Manifestasi dalam Organisasi dan Sosial Kemasyarakatan

Prinsip mendahulukan kepentingan bersama telah menjadi inti dari berbagai kebijakan dan gerakan Nahdlatul Ulama (NU). Sejak awal berdirinya, NU tidak hanya menjadi organisasi keagamaan, tetapi juga berperan dalam dinamika sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. Sikap ini diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti perjuangan kemerdekaan, penyelesaian konflik sosial, serta berbagai program pendidikan, ekonomi, dan kesehatan yang berorientasi pada kesejahteraan umat.

1. Peran NU dalam Perjuangan Kemerdekaan: Mengutamakan Bangsa di Atas Kepentingan Pribadi

Sejarah mencatat bahwa NU memainkan peran penting dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia. Salah satu keputusan monumental yang mencerminkan prinsip mendahulukan kepentingan bersama adalah Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini mewajibkan umat Islam, khususnya para santri dan warga NU, untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman penjajah Belanda yang ingin kembali berkuasa setelah kekalahan Jepang.

Menggerakkan rakyat untuk berjuang

  • Resolusi Jihad mendorong ribuan santri dan masyarakat untuk ikut serta dalam pertempuran melawan Belanda, yang berpuncak pada Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
  • Para ulama NU memberikan motivasi dan dorongan moral agar masyarakat tidak gentar melawan penjajahan, dengan keyakinan bahwa membela tanah air adalah bagian dari kewajiban agama.

Mengutamakan persatuan nasional

  • NU tidak hanya berjuang di medan perang, tetapi juga dalam diplomasi. Para tokoh NU ikut serta dalam berbagai forum perundingan untuk memastikan bahwa kemerdekaan Indonesia tetap terjaga.
  • Dalam menghadapi perbedaan ideologi di antara kelompok nasionalis dan Islamis, NU memilih untuk mendukung Pancasila sebagai dasar negara demi persatuan bangsa, meskipun beberapa kelompok lain mengusulkan dasar Islam. Keputusan ini adalah bukti nyata bagaimana NU selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan golongan.

2. Penyelesaian Konflik Sosial: NU sebagai Penjaga Keharmonisan Umat

Di tengah keberagaman masyarakat Indonesia, NU berperan sebagai mediator dalam berbagai konflik sosial. Keberpihakan NU selalu terletak pada kemaslahatan umat, bukan kepentingan kelompok tertentu.

Menjaga hubungan antaragama

  • NU selalu menekankan pentingnya ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama manusia).
  • Dalam kasus ketegangan antaragama, NU lebih memilih jalur dialog dan musyawarah dibandingkan konfrontasi. Sikap ini terbukti efektif dalam mencegah perpecahan dan konflik horizontal di berbagai daerah.

Menghadapi ekstremisme dan radikalisme

  • NU secara tegas menolak segala bentuk ekstremisme yang dapat mengancam persatuan nasional.
  • Melalui jaringan pesantren dan lembaga dakwah, NU memberikan pemahaman Islam yang moderat dan toleran, sehingga mampu menangkal ideologi radikal yang berusaha menyusup ke masyarakat.

Merespons konflik politik dengan kebijakan maslahat

  • NU tidak mudah terseret dalam kepentingan politik praktis, tetapi tetap hadir sebagai kekuatan moral yang menyeimbangkan berbagai kepentingan dalam negara.
  • NU menolak politik adu domba dan lebih memilih pendekatan dialogis dalam menyelesaikan perselisihan politik, baik antarpartai maupun antara pemerintah dan rakyat.

3. Program NU Berbasis Kemaslahatan Umat

Komitmen NU dalam mendahulukan kepentingan umat juga tercermin dalam berbagai program yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. NU tidak hanya berfokus pada dakwah, tetapi juga aktif dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.

Pendidikan: Mencetak Generasi yang Berilmu dan Berakhlak

  • NU memiliki ribuan pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari yang berbasis salafiyah hingga modern.
  • NU juga mendirikan berbagai sekolah dan perguruan tinggi, seperti Universitas Nahdlatul Ulama (UNU), yang bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa dengan nilai-nilai Islam yang moderat.
  • Pendidikan di lingkungan NU tidak hanya menekankan ilmu agama, tetapi juga ilmu sosial, teknologi, dan keterampilan ekonomi, sehingga santri bisa mandiri setelah lulus.

Ekonomi: Membangun Kesejahteraan Bersama

  • Melalui Lembaga Perekonomian NU (LPNU), NU berusaha memberdayakan ekonomi umat dengan konsep ekonomi berbasis koperasi dan usaha mikro.
  • NU mengembangkan berbagai lembaga keuangan berbasis syariah untuk membantu masyarakat kecil mendapatkan akses permodalan tanpa riba.
  • Berbagai program pemberdayaan petani, nelayan, dan UMKM didorong agar masyarakat memiliki daya saing di era ekonomi global.

Kesehatan: Menjaga Kesejahteraan Jasmani Umat

  • NU memiliki jaringan rumah sakit dan klinik kesehatan yang tersebar di berbagai daerah, dengan fokus melayani masyarakat kecil yang membutuhkan.
  • Program kesehatan berbasis masyarakat, seperti penyuluhan gizi, sanitasi, dan penanganan penyakit menular, juga aktif dilakukan oleh berbagai lembaga di bawah NU.
  • Saat pandemi COVID-19, NU aktif memberikan edukasi kepada masyarakat, menggalang bantuan, serta membangun fasilitas kesehatan darurat untuk membantu pasien yang kesulitan mendapatkan layanan medis.

Dari berbagai contoh di atas, jelas bahwa NU bukan sekadar organisasi keagamaan, tetapi juga pilar penting dalam menjaga stabilitas sosial dan kesejahteraan umat. Prinsip mendahulukan kepentingan bersama telah menjadi fondasi dalam setiap langkah dan kebijakan NU, baik dalam perjuangan kemerdekaan, resolusi konflik, maupun dalam program pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.

Di era modern yang semakin individualistis, tantangan besar bagi warga NU adalah bagaimana mempertahankan semangat kebersamaan ini di tengah perubahan sosial yang cepat. Dengan tetap berpegang pada nilai-nilai tasamuh (toleransi), tawazun (keseimbangan), i’tidal (keadilan), dan amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran), NU akan terus menjadi kekuatan utama dalam membangun Indonesia yang damai, maju, dan sejahtera.

Tantangan di Era Modern

Di era modern, nilai mendahulukan kepentingan bersama menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Kemajuan teknologi, perubahan pola pikir masyarakat, serta meningkatnya budaya individualisme dan pragmatisme semakin menggeser cara orang berinteraksi dan berorganisasi. Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi yang berbasis pada kebersamaan dan maslahat umat, perlu merespons tantangan ini dengan pendekatan yang lebih adaptif tanpa kehilangan nilai-nilai dasarnya.

Berikut adalah beberapa tantangan utama yang dihadapi dalam mempertahankan semangat kebersamaan warga NU di era modern:

1. Meningkatnya Budaya Individualisme dan Pragmatisme

Individualisme modern semakin kuat, terutama di kota-kota besar. Banyak orang lebih fokus pada pencapaian pribadi dibanding keterlibatan dalam komunitas. Budaya “yang penting saya sukses” menggantikan semangat gotong royong dan kepedulian sosial yang menjadi ciri khas warga NU.

Dampak budaya individualisme:

  • Menurunnya partisipasi dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Jika dulu masyarakat aktif dalam pengajian, gotong royong, dan kegiatan masjid, kini banyak yang lebih memilih menghabiskan waktu untuk kepentingan pribadi.
  • Lunturnya nilai gotong royong. Di pedesaan, gotong royong masih bertahan, tetapi di perkotaan, nilai ini mulai tergerus. Bahkan dalam urusan keagamaan seperti tahlilan atau khataman, semakin banyak orang yang enggan terlibat langsung.
  • Timbulnya persaingan tidak sehat. Banyak individu lebih mementingkan prestasi dan keuntungan pribadi dibanding manfaat kolektif. Hal ini juga terjadi di organisasi, termasuk dalam kepengurusan NU di beberapa daerah.

Solusi yang bisa diterapkan:

  • NU perlu lebih aktif menghidupkan kembali budaya kolektif, seperti melalui program sosial berbasis komunitas.
  • Mendorong kader NU untuk menanamkan kembali nilai-nilai kebersamaan di tengah masyarakat melalui pendidikan dan dakwah.
  • Mengembangkan program kaderisasi yang menekankan pentingnya kepentingan bersama dibanding kepentingan pribadi.

2. Tantangan Teknologi: Informasi Cepat, Solidaritas Melemah

Kemajuan teknologi digital memberikan dua sisi mata uang bagi warga NU. Di satu sisi, media sosial dan internet memudahkan penyebaran ilmu dan koordinasi organisasi. Namun, di sisi lain, teknologi juga menciptakan tantangan besar dalam menjaga kebersamaan dan keutuhan warga NU.

Dampak negatif teknologi terhadap kebersamaan:

  • “Ruang gema” dan polarisasi sosial. Algoritma media sosial sering kali menampilkan konten yang hanya memperkuat keyakinan pengguna, tanpa memberikan ruang untuk dialog terbuka. Akibatnya, perbedaan pendapat dalam organisasi bisa semakin tajam dan sulit didamaikan.
  • Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. NU sebagai organisasi moderat sering kali menjadi sasaran disinformasi. Berita palsu yang menyerang tokoh atau kebijakan NU dapat memicu konflik internal maupun eksternal.
  • Menurunnya interaksi langsung. Dakwah dan silaturahmi yang dulu dilakukan secara langsung kini lebih banyak beralih ke dunia digital, yang berisiko mengurangi kehangatan sosial dalam komunitas.

Solusi yang bisa diterapkan:

  • Meningkatkan literasi digital warga NU. NU perlu mendorong anggotanya untuk lebih cerdas dalam memilah informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh hoaks.
  • Memanfaatkan teknologi secara positif. NU harus semakin aktif dalam membangun platform digital untuk menyebarkan dakwah, informasi keislaman, dan program sosial.
  • Mengembalikan keseimbangan antara dunia digital dan interaksi nyata. Meskipun teknologi memudahkan komunikasi, NU tetap harus mengutamakan pendekatan langsung dalam menyelesaikan konflik sosial dan memperkuat solidaritas.

3. Krisis Solidaritas Sosial dalam Organisasi dan Masyarakat

Solidaritas sosial yang menjadi kekuatan NU menghadapi tantangan besar akibat perubahan sosial dan politik yang semakin kompleks. Perpecahan akibat perbedaan pandangan politik, ekonomi, dan sosial semakin terasa di berbagai lini kehidupan masyarakat.

Faktor-faktor yang melemahkan solidaritas sosial:

  • Polarisasi politik. NU sebagai organisasi yang menjunjung kebersamaan sering kali menjadi medan tarik-menarik kepentingan politik. Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini bisa memecah belah internal NU.
  • Kesenjangan ekonomi. Masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi cenderung lebih fokus pada kebutuhan pribadinya, sehingga mengurangi partisipasi mereka dalam kegiatan sosial dan organisasi.
  • Persaingan internal. Dalam organisasi, persaingan untuk mendapatkan posisi atau pengaruh kadang lebih diutamakan dibanding semangat melayani umat.

Solusi yang bisa diterapkan:

  • Memperkuat program ekonomi berbasis kebersamaan. NU dapat mengembangkan koperasi syariah, program ekonomi mikro, dan pelatihan kewirausahaan berbasis komunitas agar umat lebih sejahtera dan tetap solid.
  • Menjaga netralitas dan kebijakan yang inklusif. NU harus terus menjadi organisasi yang merangkul semua golongan tanpa terjebak pada kepentingan politik praktis.
  • Membangun sistem kaderisasi yang berbasis etika dan nilai kejuangan. NU harus memastikan bahwa para pemimpinnya adalah orang-orang yang benar-benar mengedepankan kepentingan umat, bukan sekadar mencari jabatan atau keuntungan pribadi.

4. Peran NU dalam Menghadapi Tantangan Global

Selain tantangan internal, NU juga dihadapkan pada tantangan global yang memengaruhi nilai kebersamaan umat Islam, seperti:

  • Gerakan Islam transnasional. NU perlu menjaga keseimbangan antara menjaga tradisi lokal dan merespons perkembangan Islam di dunia.
  • Tekanan ekonomi global. Kesenjangan ekonomi bisa berdampak pada solidaritas umat. NU harus berperan aktif dalam menciptakan solusi ekonomi berbasis kebersamaan.
  • Perubahan sosial akibat urbanisasi. Di kota-kota besar, masyarakat semakin individualistis. NU perlu menyesuaikan pendekatan dakwah dan program sosial agar tetap relevan di lingkungan urban.

Meskipun tantangan di era modern semakin kompleks, warga NU harus tetap berpegang pada prinsip mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. NU perlu merespons perubahan zaman dengan bijak, tanpa kehilangan nilai dasar kebersamaan yang diwariskan para muassis.

Beberapa langkah yang perlu diperkuat:

  • Membangun kembali budaya gotong royong dan kebersamaan di era digital.
  • Memanfaatkan teknologi untuk memperkuat ukhuwah, bukan memperlemah.
  • Mencegah polarisasi internal dengan menanamkan nilai persatuan dan keadilan sosial.
  • Menguatkan peran NU dalam ekonomi umat agar kesejahteraan merata.
  • Menjaga keseimbangan antara tradisi dan adaptasi terhadap perubahan global.

Dengan mempertahankan nilai-nilai kebersamaan dan terus berinovasi dalam menghadapi tantangan zaman, NU dapat terus menjadi pilar utama dalam menjaga keharmonisan dan kemajuan umat Islam di Indonesia dan dunia.

Penutup

Mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi adalah salah satu pilar utama yang membentuk karakter warga Nahdlatul Ulama (NU), baik dalam kehidupan perorangan maupun dalam organisasi. Prinsip ini tidak hanya sekadar ajaran moral, tetapi juga sebuah landasan fundamental dalam menjaga harmoni sosial, memperkuat persatuan umat, dan memastikan keberlanjutan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Di tengah masyarakat yang semakin individualistis akibat modernisasi dan globalisasi, nilai-nilai kebersamaan yang telah diajarkan oleh para muassis NU menjadi semakin penting untuk dipertahankan. Kebersamaan bukan hanya sekadar kebajikan sosial, tetapi juga strategi bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun budaya.

1. Kebersamaan sebagai Fondasi Masyarakat

Kebersamaan merupakan prinsip yang mengakar kuat dalam Islam. Rasulullah ﷺ mengajarkan pentingnya solidaritas dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam sabdanya:

“Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakit dengan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa umat Islam harus memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi, sehingga setiap individu tidak hanya berfokus pada kepentingan pribadinya, tetapi juga peduli terhadap kondisi sosial di sekitarnya. Warga NU, yang dikenal dengan semangat ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah, selalu menjadikan kebersamaan sebagai pondasi kehidupan bermasyarakat.

Namun, di era modern, prinsip ini menghadapi berbagai tantangan. Gaya hidup materialistis dan kompetitif sering kali mendorong individu untuk mengejar kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan bersama. Jika hal ini dibiarkan, maka akan terjadi disintegrasi sosial, yang berujung pada melemahnya kekuatan umat dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan.

2. NU sebagai Penjaga Kemaslahatan Umat

Sebagai organisasi yang lahir dari semangat kebersamaan dan perjuangan para ulama, NU memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa nilai-nilai kolektivitas tetap menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Sejarah mencatat bagaimana NU selalu mengutamakan kepentingan umat di atas kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

Sebagai contoh, dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, NU tidak ragu untuk mengeluarkan Resolusi Jihad yang mendorong rakyat untuk berjuang mempertahankan tanah air. Hal ini menunjukkan bahwa NU tidak hanya berfokus pada aspek keagamaan semata, tetapi juga berperan dalam membangun bangsa dan negara.

Di era kontemporer, NU terus menjaga prinsip kebersamaan melalui berbagai program sosial, seperti pendidikan pesantren yang terbuka untuk semua kalangan, inisiatif ekonomi berbasis koperasi, serta gerakan filantropi yang membantu masyarakat kurang mampu. Semua ini merupakan bentuk nyata dari komitmen NU dalam mengedepankan kepentingan bersama.

Namun, tantangan terbesar yang dihadapi NU saat ini adalah bagaimana mempertahankan nilai-nilai tersebut dalam menghadapi perubahan sosial yang semakin cepat. Arus digitalisasi, politik identitas, serta maraknya disinformasi di media sosial dapat mengancam persatuan umat jika tidak diantisipasi dengan baik.

3. Tantangan dan Solusi di Era Digital

Kemajuan teknologi membawa dampak besar bagi kehidupan manusia, baik secara positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif yang dapat merusak semangat kebersamaan adalah munculnya individualisme digital, di mana setiap orang cenderung lebih fokus pada kepentingan pribadinya daripada keterlibatan sosial.

Fenomena ini terlihat dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari cara berkomunikasi, pola konsumsi informasi, hingga kecenderungan masyarakat dalam berpartisipasi dalam isu-isu sosial. Banyak orang yang lebih suka berdebat di media sosial tanpa mau terlibat langsung dalam aksi nyata di masyarakat. Hal ini berisiko melemahkan solidaritas sosial yang selama ini menjadi kekuatan NU.

Untuk mengatasi tantangan ini, NU perlu mengambil langkah-langkah strategis, antara lain:

  • Memanfaatkan Teknologi untuk Dakwah dan Pendidikan: NU harus lebih aktif dalam menggunakan platform digital untuk menyebarkan ajaran kebersamaan dan nilai-nilai Islam moderat. Ini dapat dilakukan dengan memperkuat dakwah berbasis media sosial, menciptakan konten edukatif yang menarik, serta membangun komunitas digital yang dapat mempererat hubungan antarwarga NU.
  • Meningkatkan Literasi Digital di Kalangan Warga NU: Dengan maraknya berita hoaks dan provokasi di media sosial, literasi digital menjadi sangat penting. NU perlu mengedukasi warganya agar lebih kritis dalam menyaring informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang dapat memecah belah umat.
  • Memperkuat Gerakan Sosial Berbasis Kolektivitas: NU harus terus mengembangkan program-program yang mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam kegiatan sosial, seperti gotong royong, pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas, serta inisiatif kemanusiaan yang menjangkau kelompok-kelompok rentan.

4. Rekomendasi: Membangun Kesadaran Kolektif yang Berkelanjutan

Agar prinsip mendahulukan kepentingan bersama tetap lestari, warga NU perlu secara aktif menerapkan beberapa langkah berikut:

  • Menanamkan Pendidikan Karakter Sejak Dini: Pendidikan pesantren dan madrasah harus terus menekankan pentingnya nilai-nilai kebersamaan, baik dalam aspek keagamaan maupun sosial. Santri harus diajarkan untuk memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi dan mampu berkontribusi bagi masyarakat.
  • Meningkatkan Partisipasi dalam Organisasi Sosial dan Keagamaan: Setiap individu harus didorong untuk lebih aktif dalam kegiatan organisasi, baik di lingkungan NU maupun komunitas sosial lainnya. Keterlibatan ini akan membantu memperkuat semangat gotong royong dan kepedulian terhadap sesama.
  • Menjaga Akhlak dalam Bermedia Sosial: Warga NU harus menjadi teladan dalam berinteraksi di dunia digital. Sikap saling menghormati, menghindari ujaran kebencian, serta menyebarkan informasi yang bermanfaat adalah langkah konkret dalam membangun harmoni sosial di era digital.
  • Mengembangkan Ekonomi Berbasis Komunitas: NU harus mendorong lahirnya lebih banyak inisiatif ekonomi berbasis kolektivitas, seperti koperasi pesantren dan usaha mikro berbasis komunitas. Dengan cara ini, kesejahteraan umat dapat ditingkatkan tanpa harus mengorbankan nilai-nilai kebersamaan.

Mendahulukan kepentingan bersama adalah nilai luhur yang harus terus dijaga dan diperkuat dalam kehidupan warga NU. Di tengah berbagai tantangan zaman, NU harus tetap menjadi penjaga moral dan sosial bagi masyarakat, memastikan bahwa prinsip kebersamaan tetap menjadi bagian dari identitas umat Islam Indonesia. Dengan komitmen yang kuat dari setiap individu, nilai ini akan terus hidup dan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang.

Cirebon Raya Jeh Team
Cirebon Raya Jeh adalah website yang hadir untuk mendukung dan mengembangkan potensi UMKM di Nusantara. Fokus utama kami adalah memberikan informasi yang relevan dan bermanfaat bagi pelaku usaha kecil dan menengah, dengan tujuan membantu mereka meraih kesuksesan dalam bisnis. Melalui berbagai konten yang inspiratif dan edukatif, Cirebon Raya Jeh berkomitmen untuk menjadi mitra strategis UMKM Indonesia.