Khittah NU: Fondasi, Sejarah, dan Relevansinya bagi Dunia Islam Modern

Menelusuri Khittah NU dari sejarah hingga relevansinya dalam menjaga Islam moderat, independensi organisasi, dan kemajuan umat.

NU Sejati1430 Views

Cirebonrayajeh.comApa Itu Khittah NU? Khittah NU adalah garis perjuangan dan prinsip dasar yang menjadi pijakan Nahdlatul Ulama (NU) dalam menjalankan perannya di masyarakat. Secara historis, Khittah NU 1926 menegaskan bahwa NU adalah organisasi keagamaan dan sosial yang berdiri di atas kepentingan umat, bukan partai politik.

Dalam bahasa sederhana, Khittah NU adalah komitmen untuk menjaga Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, mengutamakan kemaslahatan umat, dan tidak terseret dalam kepentingan politik praktis.

“NU lahir bukan untuk mencari kekuasaan, tetapi untuk membimbing umat menuju kebaikan.” – KH. Hasyim Asy’ari

Mengapa Khittah NU Tetap Relevan?

Di tengah perubahan zaman, banyak organisasi Islam mengalami pergeseran arah. Beberapa lebih condong ke politik, sementara yang lain kehilangan akar spiritualnya. Namun, NU tetap berpegang teguh pada prinsip Khittah 1926, yang membuatnya bertahan sebagai organisasi Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia.

Ada tiga alasan utama mengapa Khittah NU masih relevan hingga hari ini:

1️⃣ Menjaga Keaslian Islam Ahlussunnah wal Jama’ah

NU adalah benteng Islam moderat yang memadukan ajaran salafus shalih dengan pendekatan kultural khas Nusantara. Dalam konteks global, di mana ekstremisme dan liberalisme sering mengganggu keseimbangan umat Islam, NU menjadi penyeimbang.

Contoh nyata:

  • NU menolak keras radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Islam.
  • NU juga menolak liberalisme agama yang ingin melepaskan Islam dari nilai-nilai syariah.

Pendekatan tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan i’tidal (adil) menjadikan NU sebagai pilar Islam rahmatan lil ‘alamin yang relevan dalam berbagai konteks zaman.

2️⃣ Mengokohkan Peran NU di Masyarakat

NU bukan hanya organisasi keagamaan, tetapi juga penggerak sosial dan ekonomi umat. Berbagai sektor kehidupan masyarakat telah disentuh oleh NU melalui:

✅ Pendidikan: Ribuan pesantren NU telah mencetak generasi intelektual Islam yang berkontribusi bagi bangsa.
✅ Ekonomi: NU mendorong ekonomi berbasis pesantren dan kemandirian umat melalui koperasi syariah dan UMKM.
✅ Kesehatan & Sosial: NU mendirikan rumah sakit, layanan kesehatan, serta berbagai program sosial untuk rakyat kecil.

Dengan mempertahankan Khittah 1926, NU tetap fokus pada penguatan umat, bukan perebutan kekuasaan politik yang sering kali membuat organisasi Islam terpecah belah.

3️⃣ Menjaga Persatuan Umat & Kebangsaan

NU memiliki peran besar dalam menjaga keutuhan NKRI sejak masa perjuangan kemerdekaan hingga saat ini.

“Hubbul wathan minal iman” – Cinta Tanah Air adalah bagian dari Iman.

Dengan semangat Islam dan nasionalisme, NU berperan dalam:

🔹 Membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui Resolusi Jihad 1945
🔹 Menjaga keutuhan NKRI dari ancaman separatisme dan radikalisme
🔹 Menjalin hubungan baik dengan pemerintah, tanpa menjadi alat politik

Di era digital, Khittah NU menjadi tameng dari hoaks, fitnah politik, dan provokasi yang dapat memecah belah umat Islam dan bangsa.

NU Harus Tetap Berpegang pada Khittahnya

Seiring perkembangan zaman, banyak organisasi Islam mengalami pasang surut karena terpengaruh kepentingan politik dan kekuasaan. Namun, NU tetap teguh pada Khittah 1926, yang menjadi fondasi Islam moderat, independen, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.

🔸 Tanpa Khittah NU, Nahdlatul Ulama bisa kehilangan jati dirinya.
🔸 Dengan Khittah NU, Islam tetap menjadi rahmat bagi seluruh alam.

“Barang siapa yang berpegang teguh pada Khittah, ia telah menjaga warisan ulama.”

Mari kita kembali ke Khittah NU, agar perjuangan Islam tetap lurus, bersih, dan membawa manfaat bagi umat dan bangsa. Apakah Anda siap menjadi bagian dari perjuangan ini? 💚✨

Sejarah Singkat: Dari Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari hingga NU Modern

Awal Berdirinya NU: Merespons Tantangan Zaman

Pada awal abad ke-20, dunia Islam menghadapi gelombang perubahan besar. Dua kekuatan utama yang muncul adalah modernisasi Islam dan gelombang purifikasi (pembersihan ajaran Islam) yang ekstrem.

Di tengah kondisi itu, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari melihat adanya ancaman bagi Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), khususnya di Indonesia. Dua faktor utama yang mendorong lahirnya NU:

1️⃣ Gerakan Purifikasi dari Timur Tengah

Banyak ulama Indonesia yang belajar di Mekkah dan kembali dengan pemahaman Islam yang lebih kaku. Mereka berupaya menghapus tradisi keislaman yang sudah lama berkembang di Nusantara, seperti tahlilan, ziarah kubur, maulid, dan amalan tarekat.

KH. Hasyim Asy’ari menilai bahwa Islam Nusantara memiliki ciri khas yang santun dan inklusif, yang harus dipertahankan agar masyarakat tidak tercerabut dari akar budaya mereka.

2️⃣ Kolonialisme dan Ancaman bagi Ulama

Saat itu, Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda. Para ulama dan pesantren menghadapi tekanan luar biasa. NU lahir sebagai benteng perlawanan ulama terhadap kolonialisme, baik secara fisik maupun ideologis.

“Agama tanpa ilmu akan buta, ilmu tanpa agama akan lumpuh.” – KH. Hasyim Asy’ari

Akhirnya, pada 31 Januari 1926, di Surabaya, KH. Hasyim Asy’ari bersama para ulama lainnya mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Nama “Nahdlatul Ulama” berarti “Kebangkitan Ulama”, sebagai simbol perlawanan intelektual dan spiritual terhadap ancaman zaman.

NU di Era Kemerdekaan: Resolusi Jihad & Peran Besar Ulama

Saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda berusaha kembali merebut kekuasaan. Dalam situasi genting ini, KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang berbunyi:

Baca Juga  Metode Bandongan: Tradisi Keilmuan Pesantren yang Terus Relevan

“Membela Tanah Air dari penjajahan hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap Muslim!”

Fatwa ini menjadi pemicu perlawanan rakyat, khususnya di Surabaya. Puncaknya terjadi dalam Pertempuran 10 November 1945, di mana ribuan santri dan kiai berjuang mempertahankan Indonesia dari tentara Sekutu.

Sejak saat itu, NU menjadi pilar utama dalam mempertahankan kedaulatan NKRI.

NU di Era Orde Lama dan Orde Baru: Dari Politik ke Kembali ke Khittah

Pada tahun 1952, NU masuk ke dalam dunia politik dengan mendirikan Partai NU. Dalam Pemilu 1955, Partai NU menjadi partai terbesar ketiga di Indonesia. Namun, perjalanan politik NU penuh dengan dinamika:

✅ Era Orde Lama (1950-1965)

  • NU aktif dalam perpolitikan dan berkoalisi dengan pemerintah.
  • Banyak kebijakan negara yang dipengaruhi oleh NU, termasuk dalam pendidikan Islam dan pesantren.

✅ Era Orde Baru (1966-1998)

  • NU kehilangan banyak pengaruh politik akibat kebijakan represif Soeharto.
  • Pada 1984, di bawah kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), NU kembali ke Khittah 1926 dan keluar dari politik praktis.

Keputusan ini mengembalikan NU ke jalur perjuangan sosial-keagamaan, sesuai dengan cita-cita awal pendirinya.

NU di Era Reformasi dan Modern: Tantangan Baru

Pasca Reformasi 1998, NU menghadapi tantangan baru:

🔹 Digitalisasi dan Media Sosial: Bagaimana NU menghadapi maraknya hoaks dan propaganda keagamaan?
🔹 Gerakan Radikalisme: NU berperan penting dalam melawan paham ekstrem yang mengancam persatuan bangsa.
🔹 Ekonomi Umat: NU mulai fokus pada pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren dan UMKM.

Saat ini, NU tetap menjadi organisasi Islam terbesar di dunia, dengan lebih dari 90 juta anggota. NU juga memiliki berbagai lembaga yang berkontribusi di bidang pendidikan, sosial, dan dakwah digital.

NU Tetap Kokoh di Tengah Perubahan Zaman

Dari KH. Hasyim Asy’ari hingga era modern, NU telah melewati berbagai tantangan tanpa kehilangan jati dirinya. NU tetap berdiri sebagai:

✅ Benteng Islam Ahlussunnah wal Jama’ah
✅ Penggerak sosial dan ekonomi umat
✅ Penjaga persatuan bangsa dan NKRI

Sebagai warga NU dan masyarakat Muslim, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melanjutkan perjuangan para ulama. Sudahkah kita berkontribusi untuk NU dan umat?

Prinsip Khittah NU: Kembali ke Jati Diri Keulamaan

Khittah NU adalah garis perjuangan dan prinsip dasar yang menjadi pijakan Nahdlatul Ulama (NU) dalam berkhidmat kepada umat. Secara esensial, Khittah NU menegaskan bahwa NU adalah organisasi keagamaan dan sosial, bukan organisasi politik praktis.

Istilah Khittah NU mengacu pada keputusan Muktamar NU 1926 dan ditegaskan kembali dalam Muktamar NU 1984 di Situbondo, yang menetapkan bahwa NU kembali ke jati diri sebagai organisasi ulama yang berkhidmat di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi umat.

“NU harus menjadi rumah besar bagi seluruh umat Islam, bukan alat politik yang sempit.” – KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Mengapa Khittah NU Penting?

Di era modern ini, banyak organisasi Islam yang terjebak dalam politik praktis hingga kehilangan arah perjuangan. NU memilih jalan berbeda dengan tetap berdiri independen, menjaga nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, serta fokus pada pemberdayaan umat.

Khittah NU bukan sekadar dokumen sejarah, melainkan prinsip hidup yang harus dijaga agar NU tetap menjadi organisasi yang berorientasi pada kemaslahatan umat.

Prinsip-Prinsip Utama dalam Khittah NU

1️⃣ NU Sebagai Jam’iyyah Diniyyah Islamiyyah (Organisasi Keagamaan Islam)

NU adalah organisasi keagamaan yang berlandaskan Ahlussunnah wal Jama’ah. Artinya, NU berkomitmen untuk menjaga dan mengembangkan Islam moderat yang selaras dengan budaya lokal.

✅ NU mengajarkan Islam yang ramah, bukan marah
✅ NU menolak ekstremisme dan liberalisme agama
✅ NU mengutamakan tasamuh (toleransi), tawassuth (moderat), dan i’tidal (adil)

Melalui prinsip ini, NU berperan sebagai benteng utama Islam yang rahmatan lil ‘alamin, tidak condong ke paham radikal maupun sekuler.

2️⃣ NU Harus Bebas dari Kepentingan Politik Praktis

Pada masa lalu, NU sempat terjun ke politik dengan membentuk Partai NU (1952-1973). Namun, pengalaman itu menunjukkan bahwa politik praktis justru membuat NU terpecah dan kehilangan fokus utamanya dalam pelayanan umat.

Oleh karena itu, dalam Muktamar 1984, NU memutuskan kembali ke Khittah 1926, dengan prinsip:

✅ NU tidak menjadi partai politik
✅ NU tetap bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah, tanpa terlibat dalam perebutan kekuasaan
✅ NU menjadi mitra strategis negara dalam membangun bangsa, bukan alat politik golongan tertentu

Namun, perlu dicatat bahwa NU tidak melarang warganya berpolitik. Kader NU tetap boleh berkiprah dalam politik, asalkan tidak membawa NU ke dalam kepentingan partai tertentu.

3️⃣ NU Fokus pada Pendidikan, Sosial, dan Ekonomi Umat

Sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, NU memiliki tanggung jawab besar dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Khittah NU menegaskan bahwa NU harus fokus pada tiga aspek utama:

📚 Pendidikan – NU mendirikan ribuan pesantren, sekolah, dan perguruan tinggi Islam untuk mencetak generasi intelektual Muslim.

🤝 Sosial – NU aktif dalam program kemanusiaan, termasuk bantuan bencana, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat miskin.

💰 Ekonomi Umat – NU mengembangkan koperasi syariah, pesantrenpreneur, dan digitalisasi ekonomi Islam untuk mendorong kemandirian ekonomi umat.

Dengan berpegang pada prinsip ini, NU dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar wacana politik semata.

Tantangan dalam Menjaga Khittah NU

Meski sudah ditegaskan dalam berbagai muktamar, menjaga Khittah NU bukan hal yang mudah. Ada beberapa tantangan besar yang dihadapi NU di era modern:

🔹 Godaan Politik Praktis – Banyak tokoh NU yang terlibat dalam politik, sehingga muncul kekhawatiran bahwa NU akan kembali terseret dalam kepentingan partai tertentu.

🔹 Hoaks & Polarisasi di Media Sosial – NU harus aktif dalam mengedukasi umat agar tidak mudah terprovokasi oleh propaganda keagamaan yang memecah belah persatuan Islam.

🔹 Ekonomi Umat yang Belum Mandiri – NU harus lebih progresif dalam mengembangkan ekonomi berbasis pesantren dan teknologi digital agar umat Islam semakin sejahtera.

Meskipun ada tantangan, selama NU tetap konsisten dengan Khittah 1926, insyaAllah NU akan tetap menjadi mercusuar Islam yang moderat, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan umat.

Baca Juga  Khittah dan Politik NU: 9 Prinsip Berpolitik bagi Warga Nahdliyin

NU Harus Tetap Berpegang pada Khittahnya

Khittah NU bukan sekadar dokumen formal, melainkan komitmen besar untuk menjaga kemurnian perjuangan NU. Dengan tetap berpegang pada prinsip ini, NU dapat:

✅ Menjadi penjaga Islam Ahlussunnah wal Jama’ah
✅ Menjauhkan diri dari politik praktis yang memecah belah umat
✅ Fokus pada pendidikan, sosial, dan pemberdayaan ekonomi umat

Sebagai warga NU dan umat Islam, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mengamalkan Khittah NU dalam kehidupan sehari-hari.

“Barang siapa yang berpegang teguh pada Khittah, ia telah menjaga warisan ulama.”

💡 Mari kita kembali ke Khittah NU dan bersama-sama membangun umat yang lebih baik!

NU dan Politik: Mitos dan Fakta

NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia kerap dikaitkan dengan politik. Banyak yang beranggapan bahwa NU adalah organisasi politik, padahal faktanya NU tidak berafiliasi dengan partai politik mana pun sejak kembali ke Khittah 1926.

Lalu, bagaimana sebenarnya hubungan NU dengan politik? Apa saja mitos yang sering berkembang? Dan bagaimana sikap NU terhadap pemerintahan?

Mari kita bahas dalam ulasan berikut.

Mitos vs. Fakta Seputar NU dan Politik

Mitos #1: NU adalah Organisasi Politik

🛑 Fakta: NU adalah jam’iyyah diniyyah Islamiyyah (organisasi keagamaan Islam), bukan partai politik.

NU didirikan untuk menjaga ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, membangun pendidikan Islam, serta memberdayakan ekonomi dan sosial umat. Sejak Muktamar 1984 di Situbondo, NU menegaskan kembali ke Khittah 1926, yaitu tidak terlibat dalam politik praktis.

Namun, NU tetap memiliki hak untuk bersikap terhadap kebijakan negara, terutama jika menyangkut kepentingan umat Islam dan keadilan sosial.

Mitos #2: NU Dukung Partai Tertentu dalam Pemilu

🛑 Fakta: NU tidak pernah menjadi alat politik partai mana pun.

Meski banyak kader NU yang bergabung dengan partai politik, NU tidak mendukung atau mengarahkan warganya untuk memilih partai tertentu. Keputusan politik merupakan hak pribadi setiap warga NU.

Sebagai organisasi, NU selalu menjaga independensi dan netralitasnya, baik dalam Pemilu maupun kebijakan politik nasional.

“NU itu besar, lebih besar dari partai politik mana pun. NU tidak boleh ditunggangi kepentingan politik sesaat.” – KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Mitos #3: NU Tidak Boleh Berpolitik Sama Sekali

🛑 Fakta: NU memang tidak berpolitik praktis, tetapi tetap berpolitik dalam arti kebangsaan.

NU berpolitik dalam makna luas, yaitu politik kebangsaan dan kemaslahatan umat. NU sering memberikan pandangan dan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah, termasuk dalam:

✅ Pendidikan Islam dan pesantren
✅ Kesejahteraan rakyat kecil
✅ Keamanan nasional dan perdamaian
✅ Penolakan terhadap ideologi radikal

NU juga aktif dalam diplomasi internasional, seperti dalam isu Palestina, perdamaian dunia, dan Islam moderat.

Mitos #4: NU Selalu Berpihak kepada Pemerintah

🛑 Fakta: NU bersikap kritis-konstruktif terhadap pemerintah.

NU bukan oposisi, tetapi juga bukan pendukung buta pemerintah. NU memiliki prinsip bahwa pemerintah harus menjalankan kebijakan yang adil dan pro-rakyat. Jika pemerintah menyimpang, NU akan bersuara lantang.

Sejak zaman kolonial, NU selalu menjadi kekuatan rakyat yang berani mengoreksi kebijakan yang tidak berpihak pada umat. Contoh peran NU dalam politik kebangsaan:

✅ Resolusi Jihad (1945): Fatwa NU yang memicu perlawanan rakyat terhadap Belanda.
✅ Penolakan terhadap PKI (1965): NU melindungi Islam dari ancaman komunisme.
✅ Perlawanan terhadap Orde Baru (1998): NU mendukung demokrasi dan hak asasi manusia.

Dalam era modern, NU tetap konsisten mengawal demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan rakyat.

Bagaimana Sikap NU terhadap Pemilu dan Demokrasi?

Sebagai organisasi Islam yang moderat, NU memandang demokrasi sebagai salah satu bentuk musyawarah, yang sejalan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, NU mendukung:

✅ Pemilu yang jujur dan adil
✅ Kepemimpinan yang amanah dan pro-rakyat
✅ Persatuan bangsa di atas kepentingan politik

NU tidak melarang kadernya untuk berpolitik, tetapi tetap menekankan akhlak, kejujuran, dan kepentingan umat di atas segalanya.

NU dan Politik dalam Bingkai Khittah 1926

Nahdlatul Ulama bukan organisasi politik, tetapi memiliki tanggung jawab dalam politik kebangsaan. NU tidak boleh digunakan sebagai kendaraan politik, tetapi tetap berperan aktif dalam menjaga moralitas bangsa, demokrasi, dan keadilan sosial.

✅ NU bukan partai politik, tetapi organisasi keagamaan dan sosial
✅ NU tidak mendukung partai tertentu, tetapi tetap berperan dalam politik kebangsaan
✅ NU selalu bersikap kritis-konstruktif terhadap kebijakan pemerintah

Sebagai warga NU dan umat Islam, kita wajib menjaga marwah NU agar tetap menjadi organisasi yang independen, kuat, dan berpihak pada umat.

“NU harus tetap menjadi kekuatan moral dan sosial, bukan alat politik sesaat.”

Implementasi Khittah NU dalam Kehidupan Sehari-hari

Khittah NU bukan sekadar prinsip organisasi, tetapi juga nilai-nilai yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin). Sebagai pedoman perjuangan NU, Khittah 1926 menekankan pentingnya menjaga keulamaan, keislaman, dan kebangsaan dalam berbagai aspek kehidupan.

Lalu, bagaimana kita bisa mengamalkan Khittah NU dalam kehidupan sehari-hari? Berikut adalah langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan.

Menjaga Islam Ahlussunnah wal Jama’ah dalam Ibadah dan Akhlak

NU berpegang teguh pada ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) yang moderat dan selaras dengan tradisi lokal. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa mengimplementasikannya dengan:

✅ Beribadah sesuai tuntunan ulama NU, seperti membaca doa tahlil, tawassul, dan wirid yang diajarkan oleh para kyai.
✅ Menjalankan Islam dengan akhlak mulia, termasuk berperilaku sopan, menghormati orang lain, dan menjunjung tinggi nilai persaudaraan.
✅ Menghindari ekstremisme, baik dalam bentuk radikalisme keagamaan maupun sekularisme yang mengabaikan nilai-nilai Islam.
✅ Menghormati budaya dan tradisi lokal, seperti peringatan Maulid Nabi, tahlilan, dan ziarah kubur, sebagai bentuk Islam Nusantara yang khas.

Menjaga Kemandirian NU dari Politik Praktis

Sebagai organisasi keagamaan, NU menegaskan bahwa NU tidak terlibat dalam politik praktis, meskipun tetap berperan dalam politik kebangsaan. Nahdliyin dapat mengamalkan prinsip ini dengan:

✅ Menjaga independensi NU dengan tidak membawa nama NU dalam aktivitas politik partai tertentu.
✅ Berpartisipasi dalam demokrasi secara sehat, seperti memilih pemimpin yang adil dan memperjuangkan kesejahteraan umat.
✅ Menolak politik identitas yang memecah belah umat Islam dan bangsa.
✅ Menjaga persatuan di tengah perbedaan, baik dalam aspek politik, keagamaan, maupun sosial.

Baca Juga  Menjaga Tradisi, Merangkul Inovasi: Implementasi "Al-Muhafadhah ‘alal Qadim as-Shalih" dalam Dunia Modern

Menguatkan Pendidikan Islam dan Pemahaman Keagamaan

Pendidikan adalah salah satu pilar utama perjuangan NU. Nahdliyin dapat menerapkan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari dengan:

✅ Mendukung pendidikan berbasis pesantren, baik dengan menyekolahkan anak ke madrasah atau pesantren maupun dengan mendukung gerakan literasi Islam.
✅ Mengikuti kajian keislaman NU, seperti pengajian kitab kuning, diskusi keislaman, dan majelis taklim yang diasuh oleh kyai dan ulama NU.
✅ Menghindari informasi hoaks dan propaganda keagamaan, terutama di media sosial, dengan selalu merujuk pada sumber terpercaya seperti MUI atau PBNU.
✅ Mengajarkan Islam yang damai dan toleran kepada anak-anak, agar mereka tumbuh dalam semangat Islam rahmatan lil ‘alamin.

Mengembangkan Ekonomi Umat Secara Mandiri

NU memiliki tanggung jawab besar dalam memberdayakan ekonomi umat agar lebih mandiri dan sejahtera. Implementasi Khittah NU dalam bidang ekonomi dapat dilakukan dengan:

✅ Mendukung ekonomi berbasis pesantren, seperti koperasi pesantren, UMKM santri, dan produk halal.
✅ Memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan, seperti e-commerce halal dan fintech syariah.
✅ Membantu sesama dengan semangat gotong royong, misalnya dengan gerakan sedekah, zakat, dan wakaf produktif.
✅ Menghindari riba dan transaksi ekonomi yang merugikan umat, dengan lebih mengutamakan ekonomi syariah.

Menghidupkan Nilai-Nilai Kebangsaan dan Toleransi

Sebagai organisasi yang turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, NU menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan persatuan. Cara mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan:

✅ Menjaga persatuan di tengah keberagaman, baik dalam konteks keagamaan maupun kebangsaan.
✅ Menolak ujaran kebencian dan fitnah, yang sering tersebar di media sosial dan bisa memicu perpecahan umat.
✅ Menghormati perbedaan pandangan dalam Islam, baik antara mazhab maupun organisasi Islam lainnya.
✅ Mendukung program-program sosial yang bermanfaat, seperti gerakan cinta lingkungan, donor darah, dan aksi kemanusiaan lainnya.

Menjadikan Khittah NU sebagai Panduan Hidup

Khittah NU bukan hanya dokumen sejarah, tetapi juga pedoman hidup bagi Nahdliyin dalam menjalani kehidupan yang Islami, moderat, dan penuh manfaat bagi masyarakat. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Khittah NU, kita dapat:

✅ Menjaga Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang moderat dan toleran
✅ Menjaga NU tetap independen dan bebas dari politik praktis
✅ Mengembangkan pendidikan Islam dan membangun ekonomi umat
✅ Menghidupkan nilai-nilai kebangsaan dan persatuan

Sebagai warga NU dan umat Islam, kita memiliki tanggung jawab untuk menghidupkan dan mengamalkan Khittah NU dalam kehidupan sehari-hari, agar NU tetap menjadi kekuatan besar yang membawa kebaikan bagi umat dan bangsa.

“NU bukan hanya organisasi, tetapi juga gerakan moral dan sosial yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata.”

💡 Mari kita amalkan Khittah NU dalam kehidupan kita!

Penutup: Mengapa Kembali ke Khittah NU adalah Solusi Umat?

Dalam perjalanan panjangnya, Nahdlatul Ulama (NU) telah menjadi pilar penting dalam menjaga ajaran Islam yang moderat, mengembangkan pendidikan, serta memperjuangkan kesejahteraan umat. Namun, seiring perkembangan zaman, berbagai tantangan muncul, mulai dari politik praktis, radikalisme, hingga melemahnya ekonomi umat.

Di tengah berbagai tantangan ini, kembali ke Khittah NU 1926 adalah solusi terbaik. Mengapa? Karena Khittah NU bukan hanya sekadar prinsip organisasi, tetapi juga pedoman hidup bagi warga NU agar tetap berpegang teguh pada Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, menjaga independensi, dan berperan aktif dalam membangun masyarakat.

1️⃣ Menjaga Kemurnian Islam Ahlussunnah wal Jama’ah

Khittah NU menegaskan bahwa NU berdiri untuk menjaga Islam yang moderat, toleran, dan menghargai tradisi lokal. Ini sangat penting di era globalisasi, di mana pemahaman Islam sering dipengaruhi oleh ideologi ekstrem.

✅ Mencegah radikalisme dan liberalisme yang bisa merusak nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
✅ Menjaga tradisi keagamaan yang telah diwariskan ulama, seperti tahlilan, maulid, dan ziarah kubur, sebagai bagian dari identitas Islam Nusantara.
✅ Mengajarkan Islam yang seimbang, tidak terlalu tekstual, tetapi juga tidak terlalu bebas dalam menafsirkan ajaran agama.

Dengan kembali ke Khittah NU, kita dapat memastikan bahwa ajaran Islam tetap murni sesuai dengan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyah, yang mengutamakan keseimbangan antara akidah, syariah, dan tasawuf.

2️⃣ Memperkuat Kemandirian NU dalam Berkhidmat untuk Umat

Salah satu poin utama dalam Khittah NU adalah menjaga independensi NU dari politik praktis. NU adalah organisasi keagamaan dan sosial, bukan partai politik. Jika NU tetap netral, maka kepercayaan umat akan semakin kuat.

✅ Menghindari perpecahan di antara warga NU yang bisa terjadi akibat perbedaan pilihan politik.
✅ Meningkatkan kepercayaan umat bahwa NU adalah organisasi yang murni memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan elit politik tertentu.
✅ Mendukung demokrasi dengan cara yang sehat, tanpa terjebak dalam kepentingan politik jangka pendek.

Dengan kembali ke Khittah NU, NU akan tetap menjadi kekuatan moral yang bersih, kuat, dan dihormati, baik di dalam negeri maupun di dunia internasional.

3️⃣ Menguatkan Pendidikan dan Ekonomi Umat

Khittah NU menekankan bahwa NU harus berperan aktif dalam bidang pendidikan dan ekonomi. Saat ini, umat Islam, terutama warga NU, masih menghadapi tantangan dalam kedua bidang ini.

✅ Pesantren harus menjadi pusat pendidikan unggul yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga ilmu sains dan teknologi.
✅ Mendorong kemandirian ekonomi umat, dengan memperkuat UMKM berbasis pesantren, koperasi NU, dan pengembangan ekonomi syariah.
✅ Memanfaatkan teknologi digital untuk memberdayakan umat, baik dalam bidang pendidikan, dakwah, maupun perdagangan.

Jika NU kembali fokus pada pendidikan dan ekonomi, maka umat Islam akan lebih maju dan tidak mudah dimanfaatkan oleh kepentingan politik sesaat.

4️⃣ Menjaga Peran NU dalam Menyatukan Bangsa

Sebagai organisasi yang lahir dari rahim kebangsaan, NU memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia.

✅ Menjaga toleransi antarumat beragama, agar tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang memecah belah bangsa.
✅ Menjadi penjaga nilai-nilai kebangsaan, sebagaimana para ulama NU yang dulu berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan.
✅ Melawan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, baik itu komunisme, radikalisme, maupun ekstremisme agama.

Dengan kembali ke Khittah NU, NU tetap menjadi benteng utama dalam menjaga Islam dan Indonesia tetap harmoni dalam keberagaman.

NU yang Kembali ke Khittah adalah NU yang Kuat dan Mandiri

Saat ini, tantangan umat Islam semakin besar, tetapi NU memiliki solusi yang jelas: kembali ke Khittah 1926. Dengan meneguhkan kembali prinsip-prinsip dasar NU, kita akan mendapatkan manfaat besar:

✅ Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tetap terjaga dari paham-paham yang menyimpang.
✅ NU tetap independen dan tidak mudah ditarik ke dalam kepentingan politik praktis.
✅ Pendidikan dan ekonomi umat semakin maju, menjadikan NU lebih berdaya secara sosial dan ekonomi.
✅ NU tetap menjadi penjaga persatuan bangsa, sebagaimana telah dilakukan sejak sebelum kemerdekaan.

“NU bukan sekadar organisasi, tetapi gerakan moral yang harus terus dijaga kemurniannya. Kembali ke Khittah NU adalah kunci agar NU tetap kuat dan berkhidmat untuk umat.”

💡 Mari kita semua sebagai Nahdliyin berkomitmen untuk mengamalkan Khittah NU dalam kehidupan sehari-hari!

🔥 Call to Action: 📢 Bagikan artikel ini agar lebih banyak orang memahami pentingnya Khittah NU!

Referensi: Download PDF Khittah Nahdlatul Ulama (Khittah NU)

Leave a Reply