[Cirebonrayajeh.com – Jakarta] Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara resmi meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ikut mendanai pembangunan tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) di kawasan pesisir utara Pulau Jawa. Proyek ambisius ini menelan biaya total sekitar US$ 80 miliar, atau setara dengan Rp 1.280 triliun (kurs asumsi: Rp 16.000/US$). Proyek ini dirancang untuk membentang sejauh 500 kilometer, dari pesisir Banten hingga Gresik, Jawa Timur.
Pernyataan ini disampaikan Prabowo saat membuka International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC) pada Kamis, 12 Juni 2025.
Dalam pidatonya, Prabowo menyebut bahwa wilayah Teluk Jakarta, yang sangat rentan terhadap banjir rob dan penurunan permukaan tanah, akan menjadi fokus utama pembangunan tahap pertama. Estimasi awal menyebutkan bahwa pembangunan tanggul laut di wilayah ini akan memakan biaya sekitar US$ 8–10 miliar (setara Rp 128–160 triliun), dengan durasi pekerjaan selama 8 hingga 10 tahun.
“Karena APBD DKI sangat besar, saya minta mereka ikut urunan. Pemerintah pusat urunan, DKI juga urunan. Katakanlah US$ 8 miliar untuk Jakarta, berarti US$ 1 miliar per tahun selama delapan tahun,” ujar Prabowo di hadapan peserta konferensi, Kamis (12/6/2025).
Semarang Menyusul, Proyek Akan Diperluas Hingga Jawa Timur
Setelah Jakarta, pemerintah juga menargetkan Kota Semarang sebagai lokasi prioritas berikutnya. Kedua kota ini mengalami penurunan muka tanah dan ancaman banjir rob yang semakin parah akibat perubahan iklim dan penurunan kualitas tata ruang.
Prabowo juga menyampaikan rencana pembentukan Badan Otorita Tanggul Laut Pantai Utara Jawa, sebagai lembaga khusus untuk mengoordinasikan proyek lintas sektor dan lintas wilayah ini. Ia menyatakan telah membentuk tim khusus yang akan melakukan roadshow ke berbagai negara, termasuk Cina, Jepang, Korea Selatan, negara-negara Eropa, dan Timur Tengah, guna mencari investor atau mitra strategis untuk mendukung proyek tersebut.
“Saya sudah perintahkan tim untuk keliling, roadshow, dan dalam waktu dekat akan saya bentuk otorita. Badan Otorita Tanggul Laut Pantai Utara Jawa,” tegas Prabowo.
Proyek ini telah dirancang oleh Bappenas sejak 1995, namun baru kali ini muncul komitmen politik serius untuk mengeksekusinya. Jika berjalan sesuai rencana, proyek ini akan memakan waktu 15–20 tahun untuk penyelesaian penuh di seluruh wilayah pantura, dengan kebutuhan dana sekitar US$ 80 miliar.
Kritik Konstruktif: Antara Ambisi Politik, Legacy, dan Tata Kelola Keuangan Publik
Di satu sisi, proyek tanggul laut raksasa ini mencerminkan ambisi besar Prabowo untuk meninggalkan legacy infrastruktur yang monumental dan berdampak jangka panjang terhadap perlindungan lingkungan dan stabilitas ekonomi kawasan pesisir Jawa. Namun di sisi lain, keputusan meminta Pemprov DKI Jakarta menyumbang dana sekitar Rp 16 triliun per tahun dari APBD-nya memunculkan sejumlah pertanyaan kritis.
Dengan total APBD DKI Jakarta 2025 yang berkisar Rp 85 triliun, menyisihkan hampir 20 persen hanya untuk proyek infrastruktur nasional yang belum jelas detail pembagian manfaatnya, dapat memicu perdebatan antara pusat dan daerah. Apalagi, DKI juga menghadapi tantangan lokal seperti perumahan, kemacetan, transportasi publik, dan pendidikan.
Di sisi politik luar negeri, keterlibatan investor asing—terutama dari negara-negara besar seperti Tiongkok dan Jepang—harus dikawal ketat. Indonesia perlu menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional dalam proyek ini agar tidak menimbulkan ketergantungan jangka panjang.
Solusi yang bisa diambil antara lain: pemerintah pusat menyediakan matching fund untuk daerah yang ikut mendanai proyek ini, memastikan transparansi dalam skema investasi asing, dan melibatkan publik dalam proses pengawasan pembangunan melalui mekanisme dewan pengawas independen. Hanya dengan pendekatan kolaboratif, ambisi besar ini bisa menjadi warisan berharga, bukan sekadar simbol kekuasaan politik semata.